Kamis, 23 April 2009

KELUARGA: ANTARA PENDORONG DAN PENGHAMBAT KARIR

Setelah memutuskan untuk berumah tangga, seseorang kerap kali akan mendapatkan berbagai tantangan seputar hidup bersama pasangan dan anak-anak. Memang, saat membujang, permasalahan bukannya tidak ada, namun tentu akan lebih kompleks dan variatif ketika sudah berkeluarga. Kehadiran orang lain dalam kehidupan pribadi tak dipungkiri pada satu sisi akan memberikan ketenangan tersendiri, namun di sisi lain, tanggung jawab yang lahir karena ikatan khusus itu menjadikan banyak orang kemudian merasa berat dan tak jarang lalu memutuskan untuk hidup sendiri lagi.

Punya istri atau suami adalah dambaan setiap orang yang normal. Demikian pula kehadiran anak sebagai buah cinta kasih yang dibangun menjadi suatu keniscayaan. Namun, hak dan kewajiban yang menjadi akibat hubungan itu sering tidak disadari sepenuhnya. Kebanyakan orang hanya akan menuntut haknya, sedangkan kewajibannya sering diabaikan. Misalnya, istri minta diberi nafkah dengan jumlah besar sementara penghasilan suami tidak seberapa. Walau ada janji Allah bahwa mereka yang menikah akan dikayakan—tentunya setelah berusaha keras--, namun banyak pasangan yang menggantungkan hidupnya pada nasib, tidak mau bekerja serius disertai mudah putus asa. Alhasil, asap dapur sulit mengepul dan percekcokan acapkali terjadi. Belum lagi anak-anak yang seringkali meminta ini dan itu tak peduli kondisi keuangan keluarga yang sedang krisis. Mereka juga meminta perhatian ekstra sehingga sepertinya untuk mengurus diri sendiri pun tak ada waktu. Malam terganggu siang pun tak tenang. Jadilah kehidupan keluarga hanyalah pemicu problem yang tak kunjung selesai. Inilah pandangan negatif tentang kehidupan berkeluarga yang sering dikeluhkan.

Kekhawatiran pasangan atas perselingkuhan suami/istrinya di tempat kerja juga menyumbangkan kecemasan tersendiri. Mereka yang tak bisa mengendalikan nafsunya akan mudah pindah ke lain hati ketika berada di luar rumah. Apalagi, bila kondisi memungkinkan untuk itu. Lagi-lagi, ikatan pernikahan seakan-akan hanyalah sebuah simbul demi menghormati dan mengikuti budaya saja. Dengan demikian, kesadaran atas posisi sebagai sepasang nahkoda yang mengarungi samudera kehidupan perlu ditanamkan sejak kali pertama hari pernikahan.

Ada beberapa orang yang berpendapat bahwa suami/istrinya sebagai penghambat karirnya. Juga anak-anaknya yang menyita waktunya sehingga ia sering terlambat masuk kantor atau tidak dapat menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik. Komplain sana-sini di tempat kerja yang ditujukan kepadanya acapkali membuatnya mudah marah dan langsung mengarahkan tuduhannya kepada keluarganya sebagai penyebab utama. Suami/istri tidak pengertian, anak-anak bandel dan semaunya sendiri serta pekerjaan rumah yang tak kunjung habis. Betapa tersiksanya hidup dalam pernikahan. Makanya, tak heran bila kemudian banyak orang menunda perkawinan atau tak mau menikah karena takut kebebasannya tercerabut dan tidak siap mengerjakan tugas-tugas rumah tangga yang sedemikian berat.

Sebenarnya, pandangan pesimis di atas dapat diatasi jika cara berpikirnya dirubah. Allah dalam al-Quran menyebutkan bahwa diciptakan manusia berpasang-pasangan agar mereka saling mengasihi dan saling mencintai. Anak adalah karunia dan amanah. Betapa banyak orang yang harus mondar-mandir ke ahli medis hanya gara-gara tidak punya keturunan, hingga biaya berapapun dikeluarkan demi lahirnya sang buah hati. Komunikasi yang baik antara anggota keluarga merupakan kunci keberhasilan. Suami dan istri harus membicarakan hak dan kewajiban masing-masing termasuk pembagian kerja yang jelas. Jika memang tidak memungkinkan dikerjakan sendiri, saat ini sudah banyak alat rumah tangga yang dapat mempercepat selesainya pekerjaan rumah, seperti penanak nasi atau pencuci pakaian. Kalau perlu dan ada dana, bisa meminta bantuan kepada tetangga atau orang lain yang digaji setiap bulan. Masalah anak juga demikian, babysitter sudah banyak tersebar, walau ini sebenarnya bukan utama karena pengasuhan anak akan lebih maksimal jika diasuh orangtuanya sendiri. Masalah pendidikan juga dapat diatasi dengan mudah, tinggal pilih dari kursus privat hingga homeschooling. Pendek kata, tak ada permasalahan yang tak ada solusinya.

Bagi mereka yang masih sekolah sedangkan posisinya sudah menjadi suami atau sitri, diakui bahwa kehadiran anak apalagi masih kecil dapat dipastikan menyita banyak waktu. Ketika akan belajar, anaknya mengajak bermain. Ketika akan mengerjakan tugas, pasangan mengajak untuk belanja atau meminta membantu membersihkan rumah. Dengan begitu, waktu benar-benar terkuras habis. Apalagi jumlah anak lebih dari satu. Dana untuk membayar pembantu mungkin belum ada karena memang masih keluarga baru sehingga penghasilan juga masih pas-pasan. Alhasil, baik suami atau istri seringkali mengalami kelelahan dan depresi dalam mengerjakan dua pekerjaan sekaligus, rumah tangga dan tugas belajar. Bila tidak dapat diatur dengan baik, salah satunya pasti terbengkalai, bisa rumah tangganya yang kacau, atau sekolahnya tak kunjung selesai. Di sinilah perlunya kearifan dan toleransi yang tinggi antara suami, istri, dan anak. Pembicaraan dengan anak dapat disesuaikan dengan usianya. Dukungan pasangan sangat menentukan keberhasilan seseorang dalam masa ini. Masalah kecil saja, misalnya anaknya flu dan demam, jika bisa ditangani sendiri tidak perlu harus bersama-sama menghabiskan waktu untuk menemaninya. Suami bisa lebih dahulu menunggu anak, sementara istri dapat memasak dan menyapu lantai rumah. Dan sebaliknya, ketika istri menunggu anak, suami bisa membersihkan kendaraan atau mencuci pakaian. Semua harus dilakukan dengan ikhlas dan sepenuh hati. Hal ini dapat mengurangi stres karena dikerjakan secara bersama-sama.

Bila tempat tinggal harus berpisah, problem memang bisa lebih variatif. Namun, saat ini sarana komunikasi sudah sedemikian canggih dan murah sehingga setiap informasi yang terjadi di tempat yang berjauhan dapat dikomunikasikan dengan baik. Jika amat dibutuhkan, pasangan akan dengan segera pulang untuk membantu menyesaikan masalah yang dihadapi. Kesadaran bahwa biduk rumah tangga adalah tanggung jawab berdua akan memudahkan untuk kelanggengan rumah tangga. Dengan demikian, tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa keluarga akan menghambat kehidupan, karir atau sekolah. Semua bisa dilakukan dengan baik asal ada niat, kesungguhan, dan ketulusan dalam membangun rumah tangga yang menjadi tanggung jawab bersama. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Introduction