Sabtu, 30 Mei 2009

AH, RASANYA TAK MUNGKIN…...BENARKAH?


Hari-hari kita adalah rangkaian kegiatan yang silih berganti. Ada kalanya longgar dan santai, namun kadang pula padat dan sibuk. Di saat kondisi normal, pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kita dapat kita lakukan dalam waktu yang cukup dan situasi kondusif. Sebaliknya, saat kondisi tertentu, kita tak dapat menghindari beban hidup yang sangat berat dengan banyaknya tugas yang menumpuk dan menuntut untuk segera diselesaikan. Jika tidak, masa depan dan nasib kita terancam. Di saat seperti ini, kita dituntut untuk bekerja keras memeras tenaga dan memutar otak sehingga pekerjaan tersebut dapat diselesaikan sesuai dengan yang diharapkan. Dalam kondisi seperti ini, stres tidak dapat dihindari. Rasanya, tidak mungkin. Ya, secara logika, kita tidak akan mampu melakukan tugas-tugas besar yang jumlahnya lebih dari satu dan meminta hasil maksimal.

Ada beberapa sikap yang biasa dilakukan orang. Pertama, umumnya orang akan tertekan dan bingung bila dibebani tugas di luar kemampuannya. Ekspresi sedih dan marah bercampur aduk. Umpatan gila-gilaan pun muncul seiring tertekannya batin yang tak kunjung meredam. Alhasil, pekerjaan tidak selsai namun dongkol hati tidak menghilang.

Kedua, sebagian orang melakukan penenangan diri dengan melupakan pekerjaan, dan pergi kemana saja sekehendak hatinya. Ia curhat dengan kawannya dan berusaha sedapat mungkin tidak mengingat-ingat kejadian yang membuatnya sedih. Akibatnya, hati cukup tenang dan emosi lumayan terkendali setelah endapat nasehat dari kawan-kawannya. Namun, sekali lagi pekerjaan tidak ada satu pun yang selesai. ia siap bersikap cuek jika kolega, mitra atau atasannya meminta pertanggungjawaban. Ia siap dijadikan tumpahan amarah karena ia akan tutup telinga dan menganggap teriakan-teriakan yang memerahkan telinga ibarat angin lalu. Sikan seperti ini pun memeliki jumlah pengikut yang tidak sedikit.

Ketiga, ini cukup sulit, adalah sikap seseorang yang tetap tenang dan optimis dengan kemampuannya yang didukung oleh kekuatan doa yang selalu ia panjatkan kepada Sang Khalik. Ia yakin bahwa di balik ketidakmampuannya ada kekuatan Sang Maha Perkasa. Ia mungkin agak khawatir bahwa pekerjaan menggunung yang sedang menghadangnya tidak dapat ia lakukan. Namun, dalam pikirannya, telah terdapat sekenario penyelesaian masalahnya. Antara lain, ia membagi beban berat itu ke dalam rangkaian pekerjaan yang lebih sederhana. Lalu sub pekerjaan itu ia bagi lagi dalam bentuk pekerjaan yang lebih kecil. Dengan demikian, ia mencoba melakukan step demi step, setahap demi setahap, sejengkal demi sejengkal unit-unti pekerjaannya sehingg seiring berjalannya waktu, ia akhirnya dapat mewujudkan asanya dalam bentuk terselesaikannya semua tantangan pekerjaan. Di lubuk hatinya terdapat rasa tawakkal yang betul-betul tulus. Ia tidak mengharap pujian dan tidak takut pula pada cercaan. Ia yakin, apa yang terjadi adalah salah satu ujian dari sang maha Kuasa untuk menguji emas atau loyang kualitas imannya. Ia pun akan tetap tersenyum, walau tak dipungkiri, hatinya juga ketar-ketir dan was-was kalau-kalau pekerjaannya tidak dapat selesai.

Sikap ketiga ini nampaknya lebih pas dan patut diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari karena kita tidak akan lepas dari aneka gaya ujian hidup yang kita hadapi. Semoga, dengan sikap ini, kita akan tetap mampu memberikan yang terbaik buat kehidupan kita dan orang-orang sekitar. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Introduction