Selasa, 12 Mei 2009

GAGAL SETELAH MENOLAK BERSEDEKAH


Hari ini saya mempunyai pengalaman yang cukup unik. Saya menolak untuk bersedekah. Bagaimana ini terjadi padahal saya adalah aktifis filantropi? Biasanya, saya getol mengajak orang untuk besedekah, berzakat, dan berwakaf. Orang-orang pun tak jarang berseloroh bahwa di jidat saya seakan-akan ada tulisan “Mari Berderma, Pasti Akan Lancar dan Kaya”. Berbagai dalil untuk mengajak orang agar tergerak hatinya untuk menyisihkan sebagian rezekinya sudah hapal di luar kepala. Namun, hari ini dalil-dalil itu sepertinya tidak mempan untuk membuat saya menerima tawaran untuk bersedekah.

Saya punya rencana untuk mengirim beberapa keping DVD Film Laskar pelangi yang dipesan saudara yang sedang kuliah di Australia. Sedianya DVD tersebut akan menjadi souvenir untuk koleganya sebelum ia kembali ke Indonesia. Saya pun pergi ke kantor pos Jatirahayu dan memarkirkan sepeda motor di pelatarannya. Saya masuk ke kantor pos dan menuju konter pengiriman paket internasional EMS. Saat melintasi pintu masuk, ada seorang remaja perempuan yang menawarkan kepada saya sebuah amplop untuk diisi sedekah seikhlasnya. Tanpa pikir panjang saya menolak tawaran tersebut dengan halus. Saya pikir, modus operandi semacam ini sudah sering terlihat di banyak tempat-tempat umum. Paling-paling untuk kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan anak yatim atau pembangunan masjid. Saya langsung saja mencari konter paket. Di sana sudah ada beberapa orang yang sedang antri menunggu giliran. Ketika tiba giliran saya, saya sodorkan paket DVD yang sudah terbungkus rapi. Saat petugas melihat alamat yang dituju, ia mengecek komputernya sejenak lalu ia berkata bahwa sistem komputernya sedang tidak dapat melayani pengiriman barang ke luar negeri karena kurs rupiah di komputer tidak muncul. Petugas itu berusaha merestart komputer dua kali dengan harapan kurs dolar dapat terbaca. Ternyata hasilnya sama saja, tidak ada daftar kurs terbaru.Akhirnya saya disarankan untuk mendatangi kantor pos yang lain di Jatimakmur yang cukup besar. Jujur saja saya kecewa. Biasanya saya lancar saja mengirm barang melalui pos, tapi hari ini agak aneh, kurs dolar dalam komputer tidak terlihat sehingga biaya kirim tidak dapat ditentukan.

Saya pun meninggalkan kantor pos dengan lebih dahulu membayar parkir Rp 1000,-. Saya langsung meluncur ke kantor pos Jatimakmur. Kali ini, saya harus menahan kecewa ketika sesampai di sana para petugas pos sedang istirahat. Padahal jam menunjukkan waktu pukul 13.30 WIB. Agak aneh, jam istirahatnya tidak lazim sperti kantor layanan publik yang mengambil waktu antara pukul 12.00-13.00 WIB. Saya terpaksa harus menunggu dengan sabar hingga petugasnya muncul lagi di konter. Setelah sekitar 15 menit kemudian, petugas membuka konternya dan menyilakan para pengirim untuk antri. Saya dapat giliran kedua. Setelah petugas melayani orang pertama, saya dengan cepat menyodorkan barang paket untuk ditimbang dahulu. Sambil menimbang barang, petugas itu dengan santai mengatakan bahwa kurs dolar sedang menyentuh angka Rp 40.000,-. Saya hampir tak percaya ketika diberitahu bahwa biaya yang harus dibayar dengan kurs tersebut adalah 1.022.000,- untuk mengirim tidak lebih dari satu kilo barang. Apalagi ini? Tadi pagi saya membuka internet dan informasi kurs rupiah terhadap dolar kemarin ditutup pada level Rp.10.430. Apa mungkin dolar berfluktuasi sedemikian rupa sehingga menyentuh level irrasional? Saya termasuk rajin memperhatikan kurs rupiah yang bulan ini belum pernah menyentuh level 15.000,- paling banter Rp 13.000,- Hari-hari ini tidak ada kejadian luar biasa yang dapat memicu kenaikan kurs dolar. Saya pun akhirnya membatalkan pengiriman tersebut. Lagi-lagi saya harus kecewa gagal mengirim barang. Saya pun membayar parkir sebelum menginggalkan kantor pos.

Sambil dongkol, saya pun pulang. Sesampai di rumah saya membuka internet untuk mencari informasi kurs dolar mutakhir. Ternyata, tak ada satupun berita yang menyebutkan bahwa dolar sedang tinggi hingga menyentuh angka psikologis. Aneh kan?

Daripada terus-menerus kesal dan marah, saya pun akhirnya mencoba introspeksi diri. Apakah pengalaman hari ini ada kaitannya dengan penolakan saya bersedekah melalui amplop yang disodorkan anak perempuan tadi? Jawabnya mungkin. Saya harus gagal mengirim paket dan kehilangan banyak waktu sekaligus biaya karenanya. Padahal kalau tadi saya mau memberikan sedikit sedekah, misalnya sebesar biaya parkir, mungkin saya akan terhindar dari kejadian ini. Saya yakin sedekah akan dapat memperlancar dan mempermudah kehidupan. Dengan begitu, terlepas dari kekurangprofesionalan pelayanan jasa pos, saya telah belajar bahwa menolak untuk bersedekah dapat membuat sepenggal kegiatan hidup kita mengalami kegagalan. Wa Allah a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Introduction