Senin, 11 Mei 2009

PELAKSANAAN ZAKAT SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN KENA PAJAK DI KOTA MALANG

Kota Malang merupakan salah satu wilayah yang mayoritas penduduknya muslim. Pemberlakukan kebijakan pemerintah bahwa zakat dapat mengurangi penghasilan kena pajak sejak tahun 2002 rupanya belum mendapat respon positif dari masyarakat. Data yang diperoleh dalam penelitian yang dilakukan oleh Erfaniah Zuhriah dan Sudirman di Kota Malang menunjukkan bahwa pembayar pajak yang menggunakan haknya untuk mengurangkan zakat yang dibayar kepada Penghasilan Kena Pajak ternyata semakin lama semakin menurun. Hal ini terbukti dari data Kantor Pelayanan Pajak Kota Malang yang menggambarkan penurunan jumlah wajib pajak yang menggunakan haknya; zakat sebagai pengurang PKP. Data tersebut adalah sebagai berikut:

Tahun

Jumlah pelaku Zakat sebagai Pengurang PKP

2001

84 orang

2002

24 orang

2003

27 orang

2004

19 orang

2005

8 orang

Data di atas menunjukkan bahwa minat pembayar pajak di Malang untuk menggunakan kesempatan zakat sebagai pengurang PKP sangat minim. Lebih-lebih tidak ada penambahan jumlah pembayar pajak yang menyertakan bukti setor zakat sebagai pengurang PKPnya. Kenyataan ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah yang sudah cukup lama ini belum direspon secara positif oleh masyarakat.

Bila diselami lebih lanjut, kurangnya respons umat Islam menggunakan zakat sebagai pengurang PKPnya dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor:

1. Belum banyaknya pembayar yang mengetahui kebijakan tersebut

Asumsi ini muncul karena sesuai dengan informasi dari Petugas Penyuluh Pajak Kota Malang, bahwa penyebaran informasi tentang kebijakan pemerintah ini tidak dilakukan secara terus-menerus. Alasan yang dikemukakan, bahwa sosialisasi UU ini biasanya dilakukan tidak lama setelah sebuah undang-undang disahkan. Terkait dengan kebijakan pemerintah tentang zakat bisa menjadi pengurang PKP yang tertera dalam UU PPh No. 17 tahun 2000, sosialisasi biasanya dilakukan pada tahun yang sama, yakni tahun 2000 atau paling lambat tahun 2001. Oleh sebab itu, untuk tahun-tahun setelahnya, tidak lagi diadakan penyuluhan kecuali jika dianggap penting.

2. Tidak signifikannya zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak.

Salah satu kendala nyata dari kebijakan pemerintah yang memberikan kesempatan bagi muslim untuk mengurangi penghasilan kena pajaknya dengan zakat adalah bahwa pengurangan atas pajak tidak terlalu signifikan, hanya rata-rata di bawah satu persen dari pajak yang harus mereka bayar. Oleh sebab itu, masyarakat enggan menggunakan kesempatan ini.

3. Rumitnya prosedur pembayaran zakat yang bisa mengurangi PKP

Hal lain yang tidak kalah pentingnya sebagai penyebab tidak banyaknya masyarakat merespon secara positif kebijakan ini adalah rumitnya prosedur yang harus mereka lalui. Mereka harus ke Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang ditunjuk oleh pemerintah. Lembaga penerima zakat seperti di masjid atau panitia-panitia lokal belum diakui sebagai bukti pembayaran. Oleh karena itu, kesempatan ini sering dibiarkan begitu saja oleh masyarakat.

4. Belum efektifnya Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kota Malang

Fenomena yang terjadi di kota Malang adalah BAZDA belum melaksanakan programnya dengan maksimal. Pengurus BAZDA yang seharusnya memberikan penyuluhan dan pembinaan masyarakat belum menjalankan tugasnya secara optimal. Namun, tekad BAZDA untuk memperbaiki kinerja tahun ini perlu diacungi jempol. Terbukti dengan akan dibukanya konter-konter penerimaan zakat di beberapa instansi yang disebut Unit Pengumpul Zakat (UPZ). Dengan begitu, wajib zakat tidak akan kesulitan untuk menyalurkan zakatnya.

5. Banyaknya muslim yang membayar ke mustahiq langsung.

Problem penting yang sedang dihadapi lembaga penerima zakat adalah bahwa para muzakki lebih suka menyerahkan zakatnya kepada mustahiq secara langsung. Mereka merasa nyaman melakukan itu karena merasa langsung memberikan kepada yang berhak. Jika diserahkan kepada lembaga, mereka ragu akan ketersalurannya. Bisa jadi, zakat yang harusnya diserahkan kepada mustahiq akan digunakan oleh pihak pengelola zakat untuk kepentingan lain.

Berdasarkan problem di atas, beberapa solusi dapat ditawarkan, antara lain:

1. Perlunya sosialisasi yang maksimal dari pihak pemerintah dalam hal ini pajak dan badan atau lembaga amil zakat. Mereka adalah motor penggerakan pelaksanaan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Dampak positif dari kesadaran masyarakat menggunakan haknya ini adalah semakin banyaknya wajib pajak yang rutin melaporkan harta kekayaannya. Dengan begitu. pendapatan pajak akan meningkat pula.

2. Kalau memungkinkan revisi, zakat sebagai pengurangan penghasilan kena pajak dapat dirubah menjadi zakat pengurang pajak. Hal ini akan efektif memacu muslim untuk membayar zakatnya ke lembaga yang ditunjuk pemerintah. Mereka akan mendaftarkan diri ke lembaga tersebut dan memperoleh Nomor Pokok Wajib Zakat (NPWZ). Jika mereka telah membayar zakat, maka pajaknya dapat dikurangi jumlah zakat yang mereka bayarkan. Lihat keberhasilan Malaysia, kiranya kita dapat belajar dari negara tersebut dalam pengelolaan zakat dan pajaknya. Hal ini sangat mungkin karena pajak dan zakat akan ditangani oleh pemerintah secara langsung.



[1] Penelitian ini berjudul “Penerapan Zakat sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak (PKP) di Kota Malang,” tahun 2006, yang disponsori Lembaga Penelitian dan Pengembangan Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Introduction