Minggu, 06 September 2009

BERKUMPUL DENGAN ORANG SOLEH

Pernahkah kita mendengar lagu tombo ati yang populer lewat olah vokal Opick? Lima obat hati yang dimaksud adalah baca qur’an dengan pemahaman, shalat malam, berkumpul dengan orang soleh, puasa, dan dzikir malam. Untuk kali ini, saya ingin berbagi pengalaman tentang berkumpul dengan orang soleh.

Saya sebenarnya belum tahu betul definisi orang soleh. Satu hal yang jadi patokan saya adalah ketika kita berkumpul dengan mereka, hati terasa sejuk, tidak ada umpatan, tidak ada sumpah serapah, tidak ada iri, tidak ada marah, semua berlalu dengan sejuk. Senyum mereka, sapa mereka, hormat mereka, terasa nyamana sehingga membuat saya seakan berada di dunia lain yang belum pernah saya jamah. Pengalaman unik itu saya peroleh sekarang, ketika saya tinggal di perumahan Jatisari Elok, Mijen, Semarang. Saya bolehlah berbangga dengan komunitas kecil itu yang selalu berusaha memberikan ketentraman batin tanpa bermaksud menggurui atau membawahi. Terus terang, komunitas khas ini memiliki beberapa ciri menarik, antara lain, mereka berusia sebaya, pengalaman hidup beragam, semangat beragama yang teguh, rajin jamaah, toleransi tinggi, akhlaknya mulia, sepertinya mereka adalah kelompok remaja yang bersemangat untuk memakmurkan mushala tanpa beban seakan mereka masih bujangan, padahal mereka sudah berkeluarga dengan sejumlah anak. Aneh memang, dan saya baru melihat kelompok semacam ini di Semarang.

Biasanya, hidup di komplek perumahan identik dengan sikap individualistik. Dengan tetangga sebelah saja kita belum tentu kenal. Apalagi jika kita juga sibuk dengan pekerjaan luar kota. Tentu, kesempatan untuk bergaul dan bertegur sapa sangatlah minim. Namun, lagi-lagi, masyarakat perumahan Jatisari Elok lain dari yang lain. Biar tergolong warga baru, saya dihormati seperti penduduk lama yang sudah menetap di situ. Dalam berbagai acara saya diberi kesempatan yang menurut saya cukup terhormat, seperti memimpin tahlil, menjadi imam shalat, atau membaca doa di sebuah acara. Padahal sekali lagi, saya adalah orang baru yang tidak tahu apa-apa. Saya tentu sangat berterima kasih kepada kawan saya, Pak Nurodin, yang mengajak saya untuk tinggal di perumahan ini setelah saya memutuskan untuk membawa keluarga ke Semarang. Awalnya saya hanya menyewa satu kamar di dekat kampus, namun ketika saya membawa istri dan anak-anak, saya harus mencari tempat tinggal yang nyaman dan agak dingin meski agak jauh dari kampus, kurang lebih 13 Km. Saya pada akhirnya tidak menyesal tinggal di perumahan ini walau relatif jauh dari kampus.

Sekali lagi tentang orang soleh, kelompok kecil yang mendapat bimbingan agama dari pak Nurodin bisa saya katakan adalah sekompok orang-orang soleh yang punya semangat keberagamaan tinggi. Mereka sepertinya merasa malu ketika tidak menghadiri acara halaqah yang diadakan setiap minggu. Ikatan emosional ini sulit terwujud jika tidak diiringi oleh kesadaran yang tinggi. Oleh sebab itu, saya merasa bahwa bertemu dan berkumpul dengan komunitas mereka yang beraneka ragam latar belakangnya membuat saya jadi betah. Bukan berarti saya mengklaim telah menjadi shaleh, tapi saya ingin katakan bahwa berkumpul dengan orang-orang soleh memang dapat menentramkan jiwa, minimal untuk beberapa saat. Jika kesempatan ini dipupuk lebih intensif, tentu menjadi orang yang baik dengan kepatuhan keagamaan yang kokoh dapat terwujud.

Saya membayangkan andaikata saya bisa memiliki kelompok semacam itu di Malang. Tapi mungkinkah? Sekilas saya dapat jawaban dari pengalaman saya selama ini bahwa untuk membuat komunitas kecil yang sholeh itu tidaklah mudah di Malang, apalagi orang-orang yang ada di sekitar saya, baik di dunia kerja atau di lingkungan rumah, agaknya sulit untuk diajak bekerja sama dan berpikir jernih untuk membangun kelompok soleh tersebut. Umumnya, orang-orang yang saya kenal adalah orang-orang yang tidak mau diunggguli orang lain, mereka lebih merdeka dengan kemampuannya tanpa harus lelah-lelah berguru pada seseorang, merasa sudah cukup ilmunya, lebih mengutamakan senioritas, dan semacamnya. Alhasil, persyaratan untuk membangun komunitas sebagaimana di masyarakat Jatisari Elok ini agaknya hanya menjadi isapan jempol belaka. Meskipun begitu, saya berjanji dalam diri saya, jika suatu saat Allah memberikan kesempatan kepada saya untuk bertemu dengan orang-orang seperti yang saya kenal di Jatisari, saya tidak akan menyia-nyiakan momentum itu untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan saya kepada Allah, sebagaimana yang saya lakukan di Jatisari elok ini. Semoga dengan begitu, berkumpul dengan orang soleh yang dapat menjadi penawar hati akan dapat terwujud di masa depan. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Introduction