Sabtu, 26 Desember 2009

MENJEMPUT REZEKI




Manusia butuh rezeki. Tiap hari ia harus memenuhi kebutuhan dasar, semacam sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan. Untuk itu, ia harus bekerja keras demi menjemput rezeki. Istilah menjemput rezeki ini terasa lebih pas dari pada mencari rezeki. Alasannya adalah bahwa Allah telah menentukan rezeki seseorang, termasuk jodoh dan umurnya. Hanya saja, manusia dituntut bekerja sebagai wasilah untuk menjemput bagiannya.

Menjemput rezeki meniscayakan kita untuk ikhtiyar. Ikhtiyar ini terdiri dari dua macam, yakni ikhtiyar lahir dan ikhtiyar batin. Ikhtiyar lahir adalah usaha yang dilakukan seseorang dengan bekerja sesuai dengan bidangnya secara sungguh-sungguh. Ikhtiyar jenis ini meniscayakan usaha yang gigih dan pantang menyerah. Ketika rezeki yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan, semangat untuk menjemput rezeki selanjutnya tidak pernah surut. Justru sebaliknya, ada kekuatan baru agar esok harinya berjuang lebih maksimal lagi agar bagian rezekinya semakin bertambah.

Adapun ikhtiyar batin adalah kegiatan ruhani untuk mendekatkan diri kepada Allah. Kepercayaan bahwa Allah adalah Zat yang Maha Pemberi Rezeki telah terpatri dalam jiwanya. Semakin dekat seseorang dengan Allah, semakin mudah ia berkomunikasi dengan-Nya dan memohon pertolongan-Nya, termasuk kemudahan rezeki. Rezeki yang berkah bukan semata-mata berjumlah banyak, akan tetapi rezeki yang berkah adalah rezeki yang mampu mendekatkan seseorang kepada tuhannya. Ia dapat melangsungkan kehidupan dunia secara wajar dan cukup tanpa harus bersibuk ria menumpuk harta yang tak perlu. Harta banyak memang penting, apalagi digunakan untuk membantu orang lain, namun jika harta itu diperoleh dengan cara tidak semestinya, seperti korupsi atau menipu, justru akan menenggelamkan orang tersebut dalam kesedihan yang berkepanjangan. Cahaya Allah selalu menerangi jalannya sehingga ia dapat menikmati hidup dengan sempurna. Hidup yang intinya beribadah akan mudah ia realisasikan secara nyata.

Akhirnya, menjemput rezeki yang halal secara sungguh-sungguh dengan menggabungkan ikhtiyar lahir batin berpotensi untuk melahirkan sosok manusia muslim yang kaya namun rendah hati, pandai bersyukur, dan dermawan. Jika semua orang berpikiran semacam ini, dunia ini tentu lebih nyaman untuk dinikmati. Tak ada orang yang saling menjegal, tak ada orang yang tamak, tak ada perebutan harta atau warisan. Semua tertata rapi sesuai dengan aturan Allah. Tapi mungkinkah? Ya, mungkin saja, namun butuh waktu dan kesungguhan dalam mewujudkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Introduction