Jumat, 29 Januari 2010

MENJADI SUAMI SEJATI

Predikat suami sejati merupakan dambaan setiap lelaki. Ia akan bangga ketika dapat melakukan segala usaha yang terbaik untuk keluarganya: istri dan anak-anaknya. Suami bertanggung jawab untuk memberikan nafkah kepada keluarganya sejak pertama kali ia mengikrarkan akad nikah di hadapan penghulu. Kewajiban yang tumbuh atas ikatan suci itu meniscayakan suami untuk tidak lagi egois memikirkan kepentingan diri sendiri namun harus mulai berbagi dengan pasangan jiwanya. Saat masih bujang, ia dapat menggunakan seluruh waktunya untuk memenuhi segala keinginannya. Tetapi, ketika sudah beristri, ia harus mampu mendengarkan keinginan pujaan hatinya itu sehingga mau tidak mau perlu menyisihkan waktu dan perhatiannya untuk mempertahan biduk rumah tangga. Alhasil, suami sejati harus belajar banyak untuk dapat menjadi partner hidup ideal sang istri secara total.

Perlu disadari, menjadi suami sejati tidaklah mudah. Halangan dan rintangan seakan tiada habisnya menghadang setiap orang yang menginginkannya. Ditambah lagi dengan karakter dan pola pikir yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Lelaki biasanya mengutamakan kekuatan rasional sedangkan perempuan cenderung mendahulukan emosi. Cara pandang ini seringkali harus diselaraskan demi terwujudnya keharmonisan. Jika tidak, rasanya sulit terciptanya suasana damai dalam rumah tangga. Untuk itu, menjadi suami sejati harus mampu memilah kapan ia harus menggunakan naluri maskulinnya dan kapan pula harus merelakan diri untuk mengikuti watak feminin pasangannya. Dengan demikian, kecerdasan emosional menjadi suatu keniscayaan bagi suami teladan.

Dalam beberapa kasus, lelaki harus berani menanggalkan egonya saat suasana rumah tangga dalam situasi sulit. Sebagai misal, ketika istrinya sakit sedangkan anak-anaknya yang masih balita membutuhkan perawatan ekstra, seorang suami harus rela bangun pagi untuk memasak air, memandikan anaknya, menggoreng telur, membuat mi rebus, menyuapi makan, kemudian mengantar ke sekolah. Ia juga harus siap mencuci piring, memasak nasi, ataupun mencuci pakaian yang dalam tatanan rumah tangga biasanya ditangani istri. Suami harus mampu menjalankan tugas-tugas tersebut dengan tulus agar ia dapat melakukan pekerjaan itu dengan tuntas. Bila demikian, suami akan mudah mandiri ketika sang isteri berhalangan untuk menjalankan tugas-tugas rutinnya. Istri akan bangga ketika suaminya dapat menyelesaikan tugas rumah tangga tanpa perasaan risih atau kesal. Istri akan semakin sayang kepada suami yang mengerti tentang pekerjaan rumah yang memang harus ditopang bersama. Inilah wujud suami ideal, suami yang layak mendapat predikat suami idaman. Pertanyaannya kemudian, bisakah kita menjadi suami sejati? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Introduction