Rabu, 03 Februari 2010

"MENGEJAR EMAS –EMAS"

Frase “Mengejar Emas-Emas” bagi saya cukup menggelitik. Kalimat tak bersubyek itu pernah dipakai oleh sebuah bank dalam mempromosikan produknya yang memberikan peluang bagi nasabah untuk memperoleh emas batangan murni. Sebelumnya, kita pernah melihat sebuah film anak negeri yang berjudul mirip, “Mengejar Mas-Mas.” Film yang bergenre komedi ini sempat populer beberapa tahun yang lalu. Pertanyaannya kemudian, mengapa bank itu menggunakan kalimat “Mengejar Emas-Emas,” bukan yang lain, misalnya “Meraih Emas Impian”?

Dalam memproduksi iklan, sering kita jumpai pendomplengan terhadap sesuatu yang sudah biasa kita dengar, lihat, atau alami. Pertimbangan semacam ini dimaksudkan agar pesan iklan mudah sampai dan akan dikenang dalam waktu yang lama. Buktinya, saya masih ingat dengan kalimat di atas, kan? Itu efek tidak langsung dari iklan. Contoh lain, saat SBY mempromosikan diri di televisi, ia menggunakan jingle Indomie sebagai dasar iramanya. Begitu pula, JK memodifikasi beberapa lagu daerah yang akrab di telinga untuk memberikan kesan nasionalnya. Hal ini termasuk juga diharapkan akan menyuguhkan suasana akrab bagi pendengarnya.

Apa yang bisa kita pelajari dari fenomena ini? Paling tidak, kita dapat belajar bahwa untuk memproduksi suatu karya, apapun karya itu: bisa sebuah lembaga, tulisan, makanan, tarian, atau arsitektur, tidaklah mesti merupakan produk yang sama sekali baru. Kita bisa memodifikasi produk lama dengan warna dan selera baru. Hal ini juga dikenal dalam dunia pendidikan dengan konsep 3N, yakni “Nurun, Niru, dan Nambahi.” Nurun berarti mencontek seperti aslinya, Niru maksudnya membuat sesuatu yang mirip dengan aslinya, sedangkan nambahi artinya memberikan polesan sehingga mampu memberikan nuansa berbeda dari aslinya. Dalam konsep 3N terkandung sebuah proses kreatif yang dapat menghindarkan seseorang dari aktifitas plagiarisme.

Plagiarisme merupakan tantangan dalam dunia hak cipta atau hak kekayaan intelektual. Kebiasaan mencontek tanpa sentuhan kreatif dapat dituntut di meja hijau. Ia bisa dipidana karena memalsukan barang. Seorang sarjana yang membuat karya jiplakan akan ditarik gelar akademiknya. Sebuah perusahaan yang membuat barang tiruan akan digerebek dan terancam gulung tikar. Oleh sebab itu, demi menghindari penjiplakan, kegiatan Nambahi menjadi suatu keniscayaan.

Kesimpulannya, membuat sebuah karya perlu proses kreatifitas tinggi. Inspirasi boleh diperoleh dari produk lama, namun harus ada kemampuan memoles produk itu sehingga menjadi sesuatu yang berbeda dari pendahulunya. Beruntung bila kita bisa membuat sesuatu yang benar-benar baru. Namun, untuk membuat karya otentik membutuhkan waktu lama dan biaya yang tidak sedikit. Oleh karenanya, menggunakan prinsip 3N akan memudahkan kita membuat karya bernuansa baru yang terinspirasi dari karya sebelumnya. Dengan demikian, kita akan terlepas dari jerat hukum atas dasar plagiarisme. Wa Allah a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Introduction