Rabu, 17 Maret 2010

EMPAT KEBAHAGIAAN, SATU KETENANGAN


Tak dipungkiri bahwa setiap manusia ingin hidup bahagia. Setiap waktu doa yang dipanjatkan adalah permohonan agar kebahagiaan selalu menyelimuti kehidupannya, baik di dunia maupun di akhirat, "Robbana Atina Fi ad-dunya Hasanah, wa fil akhiroti hasanah, wa qina adzaba an-nar." Untuk mencapai kebahagiaan itu, ada beberapa resep yang dapat kita jalankan. Al-Ghazali, misalnya, menawarkan empat klasifikasi sumber kebahagiaan hidup di dunia ini.

Pertama, al-Mal (harta). Harta sudah umum diketahui sebagai sumber kebahagiaan. Ketika seseorang memiliki uang yang banyak, ia berpeluang besar untuk menikmati berbagai fasilitas hidup. "Apa sih yang gak pake' uang?" begitu kalimat yang sering diucapkan orang menyikapi gaya hidup yang kian materialistik. Namun, kita juga tidak heran jika harta ternyata membuat orang jadi terbelenggu, bingung menjaga dan memelihara, hingga menjadi sumber pertengkaran, perpecahan,dan peperangan. Harta, bila tidak diatur sesuai dengan fungsinya, akan menjadi sumber malapetaka yang dasyat.

Kedua, al-Ma'rifah (pengetahuan). Ilmu merupakan alat untuk memudahkan manusia menghadapi hidup. Dengan ilmu, hidup ini terasa gampang. Misalnya, ketika seseorang melihat onde-onde, ia akan bertanya-tanya tentang waktu yang diperlukan untuk menempelkan wijen di kulit makanan khas Jawa itu. Sulit bukan? tetapi bagi orang yang tahu tekniknya, ternyata proses menempelkan wijen itu sungguh sangat mudah dan cepat. Berbekal tampah (loyang besar) yang sudah ditaburi wijen, seseorang akan mudah membuat onde-onde dengan tempelan wijen yang penuh. Itulah gambaran ringan tentang pentingnya ilmu. Belum lagi kalau dikaitkan dengan ilmu-ilmu penting dan besar, seperti cara shalat, cara membaca al-Qur'an, dan cara bergaul, tentu ilmu menjadi penting adanya. Namun, ilmu bisa juga menjadi biang keladi kehancuran seperti apa yang kita saksikan saat ini. Banyak koruptor yang ditangkap dan dpenjara karena menyalahgunakan kemampuannya. Mereka bukanlah orang-orang bodoh, tetapi justru kaum terpelajar dengan ilmu selangit. Nah, ilmu jika tidak dibarengi dengan iman kokoh hanya akan menjadi jalan kehancuran buat diri sendiri dan orang lain.

Ketiga, al-Manzilah (kedudukan). Pangkat dan jabatan sering menjadi impian banyak orang. Proses Pilwali, Pilbup, Pilgub, hingga pilpres menjadi salah satu even untuk meraih jabatan. Dengan pangkat tinggi, seseorang dengan mudah memperoleh penghasilan melimpah, penghormatan menjuntai, hingga fasilitas lengkap nan mewah. Pendeknya, jabatan akan memudahkan seseorang merasakan indahnya hidup dengan berkeliling ke berbagai penjuru dunia tanpa biaya. Bahagia memang, namun jika salah arah, akan celaka.

Keempat, al-shihhah (kesehatan). Badan yang sehat merupakan sumber kebahagiaan. Seseorang dengan tubuh tanpa gangguan akan dapat melakukan segala aktifitas dengan mudah dan sukses. Makanan apapun juga bisa masuk tenggorokan. Beda halnya ketika sakit, tubuh jadi lunglai. Ketika sakit gigi saja, hidup jadi tersiksa.

Keempat sumber kebahagiaan di atas ternyata berpotensi untuk positif tapi juga negatif. Umumnya harta, ilmu, pangkat, dan kesehatan bisa membuat orang bahagia, namun punya kemungkinan disalahgunakan sehingga kesedihan sebagai gantinya. Beda halnya dengan
satu sumber ketenangan yang oleh al-Ghazali disebut sebagai taqarrub ila Allah (kedekatan diri dengan Allah SWT). Ketika seseorang merasa dekat dengan Tuhannya, ia bagai berlindung kepada Rajanya para penguasa. Tidak ada kesedihan, tidak ada ketakutan, dan tidak ada kekhawatiran. Bersandar kepada Allah akan menenangkan jiwa. Nampaknya apapun yang dilakukan selama hidup di muka bumi akan terasa nikmat. Berbagai masalah yang dihadapi adalah ujian keimanan. Aneka peristiwa yang membebani pikiran adalah bagian dari paduan harmoni kehidupan yang berujung kepada kedekatan kepada-Nya.

Akhirnya, seseorang yang dekat dengan sang Khalik akan dapat melihat sisi-sisi positif dari berbagai rintangan hidup sehingga akan memberikan efek ketenangan dalam hati. Allah sangat sayang kepada hamba-Nya yang terus-menerus mendekatkan diri kepada-Nya. Harta, ilmu, pangkat, dan kesehatan hanya titipan yang harus dimanfaatkan secara maksimal untuk beribadah kepada-Nya. Dengan begitu, ketika keempat sumber bahagia itu mulai menghilang, tinggallah kepuasan diri dengan kecintaan yang suci kepada-Nya. wa Allah a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Introduction