Rabu, 10 Maret 2010

MENYIAPKAN DETIK-DETIK KEMATIAN


Tadi malam, kawan-kawan Jatisari Elok yang tergabung dalam jamaah halaqoh mengadakan pengajian rutin edisi khusus di pondok pesantren Baitussalam, Mijen. Biasanya, acara pengajian itu dilangsungkan di salah satu rumah anggota jamaah. Namun kali ini, menurut sang koordinator, Bung Yasmidi ada keinginan untuk merasakan suasana lain seperti yang telah mereka lakukan di masjid Jogokaryan, Yogyakarta. Pilihan jatuh pada pesantren itu antara lain karena di sana terdapat ustad Budiman yang pernah menjadi penggerak pengajian di Jatisari. Pengajian dimulai sekitar pukul 8.30 wib dengan narasumber utama ustad Mustofa, selaku pemimpin pesantren.

Pada awal acara, setelah dibuka dengan basmalah, acara dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci al-Qur’an yang dilantunkan oleh kang Yuda. Setelah itu, ustad Mustofa menyampaikan taushiyyahnya. Di awal ceramah, beliau mengingatkan kepada seluruh jamaah untuk menata niat sebelum melakukan suatu aktifitas. Menurut beliau, sungguh banyak pekerjaan yang kelihatannya kecil dan remeh, tetapi ternyata memiliki pahala yang besar di sisi Allah. Begitu pula, tidak sedikit aktifitas yang kelihatannya besar dan mengagumkan, namun ternyata pahalanya kecil atau bahkan tidak ada pahalanya sama sekali di sisi Allah. Itu semua berpulang kepada niat yang tertanam dalam hati si pelaku.

Kemudian, ustad Mustofa meminta bung Yas untuk membacakan dua ayat yang menjadi topik ceramah malam itu, yakni surat al-Mukminun: 99-100.
(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah Aku (ke dunia). Agar Aku berbuat amal yang saleh terhadap yang Telah Aku tinggalkan. sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan.

Ayat di atas mengandung hikmah yang sangat dalam. Ayat 99 menerangkan bahwa seseorang akan sadar bahwa dirinya tidak memiliki catatan ibadah yang banyak setelah kematian mendatanginya. Setelah tahu bahwa amal baiknya sangat minim, lalu ia meminta kepada Allah SWT agar diberi kesempatan untuk kembali ke dunia untuk menambah ibadah yang selama ini ditinggalkannya. Ia tidak lagi ingin menikmati dunia, tetapi ingin memperbaiki jalan hidupnya yang sesat. Namun sayang, Allah menegaskan bahwa antara dunia dan alam kubur terdapat barzah (dinding penyekat) yang tidak memungkinkan seseorang untuk melintasinya. Kesempatan telah tertutup dan tinggallah penyesalan yang tidak berarti.

Ustad Mustofa sekali lagi mengingatkan kepada seluruh jamaah bahwa mumpung masih hidup di muka bumi ini, meskipun kita sibuk mencari rezeki seharian, namun harus didisisihkan sepenggal waktu untuk bermunajat kepada Allah SWT seraya mendekatkan diri kepada-Nya. Beliau mengidealkan hidup yang zuhud. Zuhud bukan berarti miskin, namun bisa jadi kaya tetapi hatinya tidak terikat oleh kekayaannya itu. Hidup zuhud adalah pola hidup seseorang yang menjadikan segala potensi dunia termasuk harta kekayaan untuk digunakan sebagai modal meraih kebahagiaan akhirat (wad’u al-dunya fi sabilil akhirat).

Wejangan berikutnya didasarkan pada hadis Rasulullah SAW yang menjelaskan bahwa kaki seseorang tidak pernah bergeser sedikit pun di hari kiamat sebelum ia ditanya tentang empat perkara, yakni pemanfaatan umurnya, penggunaan ilmunya, sumber harta dan penyalurannya, dan pemakaian badannya. Seseorang akan diminta pertanggungjawaban tentang waktu yang dipakai selama hidupnya, apakah digunakan untuk beribadah atau dipakai untuk maksiat. Begitu pula ketika seseorang memiliki ilmu yang banyak, ia akan ditanya tentang pemanfaatan ilmunya itu, apakah digunakan untuk kebaikan atau malah dipakai untuk keburukan. Selanjutnya, harta seseorang akan menjadi ganjalan di hari kiamat. Semakin banyak harta seseorang, semakin lama ia akan dimintai pertanggungjawaban. Terakhir, tubuh manusia yang dipinjamkan oleh Allah akan ditanya pemanfaatannya dari lahir hingga meninggal. Ini semua tidak dapat dimodifikasi atau dimark-up karena saat itu kebenaran akan terungkap. Tidak ada satu orang pun yang sanggup berbohong karena catatan hidupnya sudah terekam dalam kitab amalan masing-masing.

Setelah ustad Mustofa selesai menguraikan taushiyyahnya, tiba giliran tanya jawab dengan peserta pengajian. Giliran pertama dimanfaatkan oleh Ustad Nurodin, pembina utama pengajian halaqoh Jatisari. Beliau menanyakan tentang kebiasaan anggota jamaah yang sibuk bekerja dari pagi hingga malam sehingga tidak sempat untuk meluangkan waktu beribadah secara maksimal. Pertanyaan tersebut dijawab oleh ustad Mustofa dengan santai. Beliau berkata bahwa memang hidup ini tidak lepas dari usaha untuk memenuhi kebutuhan pokok yang menjadi kewajiban para suami. Namun, ada satu cara yang bisa dilakukan oleh para jamaah, yakni menata niat sebelum bekerja, yakni dengan meniatkan bekerja sebagai upaya memenuhi kewajiban memenuhi kebutuhan rumah tangga sebagai tanggung jawab suami yang memang diperintahkan dalam ajaran agama. Dengan begitu, meskipun kelihatannya bekerja tidak terkait langsung dengan ibadah, namun ketika diniati ibadah kepada Allah, maka pekerjaan tersebut akan bernilai ibadah pula.

Selanjutnya anggota jamaah lain bertanya tentang kemungkinan ruh orang yang meninggal untuk kembali ke dunia. Menurut pemahaman sebagian kalangan, meskipun seseorang telah meninggal dunia, ia masih memiliki kesempatan untuk muncul ke dunia nyata, baik dalam bentuk yag menyenangkan atau menakutkan. Ustad Mustofa menjawab bahwa kemungkinan tersebut tidak ada karena Allah telah menjelaskan dalam surat al-Mukminun: 100 bahwa antara kehidupan alam kubur dengan alam dunia telah dipisah oleh dinding yang kokoh sehingga menutup kemungkinan munculnya ruh ke panggung dunia nyata. Kalaulah ada orang yang melihat bayangan orang yang telah mati, kemunkinan besar bayangan itu adalah tipu daya jin.

Terakhir, bung Yas bertanya tentang boleh tidaknya ruqyah. Ustad mustofa menjelaskan bahwa ruqyah itu ada dua, yakni ruqyah syar’iyyah dan ruqyah dhalalah. Ruqyah syar’iyyah adalah doa pengobatan yang diajarkan oleh nabi, misalnya dengan menggunakan ayat-ayat al-qur’an. Adapun ruqyah dhalalah adalah doa pengobatan yang tidak berlandaskan tuntunan rasulullah SAW. Misalnya, ketika seseorang ingin bebas dari gangguan sihir, maka ayat yang dibaca adalah surat al-Falaq dan an-Nas. Ini termasuk ruqyah syar’iyyah. Sedangkan ruqyah dhalalah adalah menggunakan ayat atau bahkan kalimat-kalimat khusus buatan manusia yang tidak diajarkan oleh rasulullah SAW, seperti tulisan jimat. Jenis ruqyah yang kedua ini lebih baik dihindari agar terhindar dari syirik.

Pengajian berakhir pada pukul 22.00 WIB. Wajah para peserta pengajian nampak semringah karena telah mendapat siraman ruhani yang mencerahkan. Demikian gambaran singkat acara halaqoh yang berlangsung tadi malam. Semoga apa yang dilakukan jamaah pengajian Jatisari Elok di pondok pesantren Baitussalam dapat memberikan motivasi untuk senantiasa meningkatkan iman dan kedekatan diri kepada Allah SWT. Amin. Wa Allah a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Introduction