Minggu, 11 April 2010

BELAJAR 'ENTREPRENEURSHIP' DI PESANTREN RIYADHUL JANNAH MOJOKERTO


Kemarin, Sabtu 10 April 2010, saya dan kawan-kawan memperoleh pengalaman baru dalam pengembangan usaha berbasis pesantren. Rombongan Pusat Kajian Zakat dan Wakaf “eL-Zawa” yang terdiri dari lima pengurus dan tiga volunteer itu bertolak dari Malang pada pukul 07.00 WIB dan sampai di tempat tujuan, Pesantren Riyadhul Jannah, Pacet, Mojokerto, sekitar pukul 09.30 WIB. Perjalanan dinas yang merupakan instruksi langsung dari rektor membuat kami penasaran tentang kiprah pesantren ‘Rijan’ itu.

Sesampai di lokasi, kami langsung disambut oleh Gus Yusuf, putra pendiri pesantren. Kami diajak keliling pesantren yang luasnya 2 ha. Menariknya, pesantren yang telah berdiri sejak 1991 itu tidak hanya berwujud bangunan fisik tempat belajar, namun sejumlah unit usaha bisnis telah terbentang di sana. Di antaranya adalah pertanian aneka sayuran organik, peternakan berbagai jenis ikan, peternakan bebek, air minum kemasan, taman bunga, dan mini market. Selain itu, mereka juga memiliki kebun kelapa sawit dan sagu di Malaysia, sejumlah rumah makan (Quick Chicken dan Wong Solo) , butik, dan pabrik tas. Tentu, kami sempat dibuat kagum oleh model manajemen yang mereka kembangkan dengan nuansa pesantren yang kental.


Sebelum berdialog dengan pimpinan pesantren, Kiyai Mahfud, kami diberi kesempatan untuk beristirahat sejenak di wisma tamu. Jumlah kamar yang tersedia tidak kurang dari 20 ruang. Wisma ini disediakan secara cuma-cuma bagi pengunjung. Suasana Pacet yang berada di pegunungan membuat kami betah berlama-lama di pesantren itu. Suhu udara di Pacet mirip dengan udara di kota Batu Malang. Memang, Pacet secara geografis lebih dekat dengan Batu ketimbang dengan Surabaya.

Setelah beberapa saat, kami pun diundang untuk memasuki ruang pertemuan untuk berdialog dengan kiayi. Kebetulan saat itu ada juga sejumlah tamu dari Temanggung yang ingin berguru tentang bercocok tanam secara organik.

Pada awal ceramah, Kyai Mahfud menyampaikan bahwa bangsa Indonesia memiliki potensi untuk menjadi negara maju. Hanya saja, berbagai tantangan termasuk persaingan usaha telah menempatkan Indonesia sebagai salah satu jajahan baru bagi penguasa ekonomi dunia seperti Amerika dan Israel. Misalnya, petani tidak boleh membuat benih sendiri. Mereka harus membeli bibit tanaman dari perusahaan yang notabene milik Amerika. Untuk itu, perjuangan ekonomi harus digalakkan semampu kita dengan memanfaatkan potensi ekonomi yang ada, seperti tanah pertanian yang subur dipoles dengan skill pertanian yang mumpuni, persis seperti yang dijalankan pesantren itu.

Selain itu, mental korup para birokrat Indonesia seringkali ‘mencekik’ pengusaha. Pengusaha diwajibkan untuk mengurus berbagai prosedur yang rumit untuk memperoleh ijin usaha. Ditambah lagi, petugas pajak yang sering menipu pengusaha. Pak Yai menceritakan bahwa beliau pernah didatangi petugas pajak yang memintanya untuk membayar pajak sekitar 22 juta pada awal usahanya di tahun 1982. Padahal setelah dikonfirmasi kepada kawannya yang bertugas di pajak, ia hanya dikenakan biaya sekitar 18 ribu. Inilah mengapa fenomena markus semacam Gayus menjadi tidak aneh.

Kiayi yang lembut itu belajar betul dari pengalaman hidupnya yang pahit. Sejak balita beliau telah menjadi yatim piatu. Tinggal bersama neneknya yang kreatif, beliau berkembangan menjadi sosok yang tahan banting dan berani menghadapi resiko. Berbagai macam profesi telah beliau jalani demi melanjutkan hidup. Dengan kecerdasannya, beliau pernah mendapat beasiswa untuk kuliah di Madinah. Sepulang dari Madinah, beliau berkelana keliling Indonesia dengan mendirikan pesantren. Ketika pesantren yang dibuat itu sukses, beliau kemudian menyerahkan pengelolaan pesantren itu kepada kawannya. Lalu, beliau mencari tempat baru untuk mengembangkan pesantren lagi. Begitu seterusnya hingga akhirnya beliau meneguhkan diri untuk tinggal di Mojokerto.

Pertemuan itu dilengkapi dengan diskusi. Kami berdialog tentang sistem yang diterapkan di pesantren. Beliau menjelaskan bahwa para santri yang jumlahnya lebih dari 200 orang diajari tentang kehidupan nyata dengan terlibat aktif dalam pengembangan usaha. Tidak hanya ikut serta dalam pengelolaan pertanian, mereka juga menjadi penggerak usaha bisnis lain seperti di rumah makan dan swalayan. Meskipun begitu, mereka tetap diwajibkan untuk belajar formal, seperti belajar di kelas, kuliah, hingga mengaji sorogan pada kiayi. Pesantren itu telah membuat sistem yang menggabungkan antara belajar formal di kelas dan belajar kehidupan di lapangan.

Kiyai Mahfud memiliki keunikan tersendiri. Di balik keberhasilannya berbisnis dan ketegasannya dalam memimpin pesantren, beliau memiliki 4 orang istri dan 20 anak yang semuanya itu tinggal di satu rumah. Luar biasa, bukan? Beliau memiliki prinsip sederhana untuk menjaga relasi harmonis dalam keluarga, yakni menjaga komitmen bersama dengan kesadaran diri dan saling mengalah.

Diskusi yang berlangsung hangat itu diakhiri dengan doa dari kiayi dan santap siang dengan olahan hasil pertanian sendiri. Hidangannya sangat menarik seperti sayur kangkung organik, ikan gurami bakar, dan ikan mujair goreng. Mereka begitu bangga dapat menjamu tamu tanpa harus mengeluarkan biaya banyak.

Setelah puas bersantap siang, kami diajak berkunjung ke Swalayan Rijan, rumah makan Quick Chicken, dan rumah makan Wong Solo yang dikelola oleh para santri. Swalayan Rijan yang cukup besar juga hanya dikelola oleh tiga orang santri. Adapun pada usaha rumah makan, Kiyai Mahfud bertindak sebagai pemilik modal sedangkan Quick Chicken dan Wong Solo sebagai pemilik merk dagang. Sejumlah santri juga terlibat aktif pada usaha ini.

Akhirnya, kami pun pamit sekitar pukul 16.00 WIB untuk kembali ke Malang. Kami sangat senang mendapat pelajaran baru dari pesantren Rijan. Semoga kelak eL-Zawa dapat bekerja sama dengan pesantren itu untuk membangun perekonomian umat berbasis zakat dan wakaf. Amin. Wa Allah a’lam.

4 komentar:

  1. Pelajaran yang bisa dipetik"buat usaha dan sistem yang baik dan serahkan pada orang lain". Buat usaha lagi dan lagi menuju insan yang bermanfaat. Cukup dengan menjadi insan yang bermanfaat untuk orang lain.

    BalasHapus
  2. Masalah adil itu memang sangat sulit, apalagi terkait dengan hati. Tetapi Yai Mahfud telah berhasil melaksanakannya, setidaknya telah berhasil mengatur dan menatanya. Saat menikah dengan istri keempat, beliau ditemani istri pertama, sedangkan calon istri keempatnya didampingi istri kedua dan ketiga. Manis bukan?

    Soal usaha, Yai Mahfud memang jagonya. Beliau memiliki cara cerdas untuk membangun bisnisnya. Berkat kepiawaiannya, beliau menjadi salah satu Yai yang mandiri, tanpa bergantung pada belas kasihan dari pemerintah.

    BalasHapus
  3. pesantren keren bisa d minta ilmux itu

    BalasHapus

Introduction