Jumat, 14 Mei 2010

ANEKA TANTANGAN BAGI YANG MAU KELUAR NEGERI

Umumnya, seseorang akan kagum dan bangga ketika mendengar salah satu keluarga atau temannya akan berangkat ke luar negeri. Apalagi jika seluruh biaya perjalanannya didanai oleh sebuah lembaga donor terkemuka. Sebagai contoh, ada sejumlah kawan saya yang terpilih untuk mengikuti program doktor di Amerika. Mereka akan berangkat pertengahan tahun ini. Mereka terdiri dari para dosen terbaik dari kampus-kampus terkenal. Namun, apakah mereka tidak mempunyai masalah besar ketika akan meninggalkan negeri ini?

Ternyata, hampir dipastikan bahwa mereka 100% bermasalah. Mengapa? Banyak hal yang harus mereka pikirkan dan kerjakan sebelum berangkat ke Amerika untuk studi yang lamanya lebih dari 3 tahun. Mereka harus mampu mengkomunikasikan dengan pimpinan kampus, kolega hingga keluarga yang akan ditinggalkan, khususnya suami/istri dan anak-anak. Mereka tentu dihadapkan kepada dua pilihan: membawa keluarga atau meninggalkan keluarga. Membawa keluarga berarti harus siap untuk membawa bekal dana yang cukup serta mental baja. Ketika pilihannya adalah meninggalkan keluarga, ini berarti harus memcari orang yang dapat menggantikan posisinya sebagai bapak/ibu dari putra-putrinya. Belum lagi persoalan ijin pimpinan, pengurusan paspor, visa, cek kesehatan, hingga masalah adaptasi di negeri orang yang memiliki empat musim ekstrim. Intinya, ternyata problematika yang mereka hadapi sedemikian banyak rumit sehingga membutuhkan pemikiran dan pengorbanan yang tidak sedikit.

Kemarin, saya menemui salah satu rekan yang saat ini sedang bingung menentukan langkah selanjutnya. Ia adalah seorang perempuan dengan dua anak yang masih balita. Anak pertamanya berusia tiga tahun sedang anak keduanya berumur tujuh bulan. Saat ini suaminya sedang bertugas di Inggris dan dalam waktu dekat ia tidak mungkin mengandalkan suaminya. Kalau ia bawa kedua anaknya ke Amerika, tidak ada orang yang bisa membantu karena ijin imigrasi hanya untuk suami dan anak-anaknya. Ia tidak bisa membawa ibunya apalagi bibi atau pembantu. Namun, jika ia tinggalkan, ia tidak tega karena anaknya masih butuh asinya. Rumit bukan?

Itulah, ternyata Allah SWT memberikan ujian sesuai dengan kadar kemampuan hamba-Nya. Kawan saya yang tadi nampaknya akan memilih meninggalkan dua buah hatinya dalam pengasuhan ibunya. Ia harus rela mengorbankan masa kecil anak-anaknya demi mencapai cita-cita. Nanti suatu saat, pengorbanan yang mahal itu akan memberikan hadiah berharga untuk diri dan keluarganya. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Introduction