Selasa, 04 Mei 2010

TERKILIR


Agak tumben, Gus Muh pagi ini tidak ikut berjamaah shalat subuh. Ia masih terlelap dalam tidurnya. Sewaktu ia membuka mata dan ingin bangun,punggungnya terasa sakit sekali, seperti mau putus. Mungkin ia terkilir atau keseleo.

“Dik, tolong aku, punggungku sakit banget…!” teriaknya. Yuk Ning yang sejak sebelum subuh sudah sibuk di dapur lari mendekati suaminya.

“Ada apa tho, Kang?”

“Entahlah, kemarin aku hanya bantu ngangkat kayu ke truk bos Jono dan nggak apa-apa. Tapi sekarang tulang-tulangku terasa patah. Aku nggak bisa duduk nih.” Yuk Ning berusaha tenang. Ia membantu suaminya untuk bangun dari tidurnya.

“Aduh..aduh…pelan dong…!” rintih Gus Muh. Yuk Ning hanya tersenyum. Dipandanginya wajah suami tercintanya dengan penuh kasih sayang. Baginya, Gus Muh adalah batu permata yang tak pernah pudar sinarnya. Gus Muh begitu berharga. Sakit punggung yang saat ini diderita gus Muh bukanlah kali pertama. Kalau ia kelelahan mengangkat beban berat, sakit tulang punggungnya pasti kumat. Makanya, Yuk Ning tidak kaget kalau pagi ini Gus Muh mengalami hal serupa.

“Kang, ayo saya antar ke kamar mandi, wudhu dulu, lalu shalat ya, Kang! Nanti saya panggilkan Mbok Nah agar urat-urat di punggung diluruskan kembali.” Biasa memang, Yuk Ning mengandalkan bantuan Mbok Nah, tukang urut tradisional di kampungnya untuk meringankan rasa sakit yang diderita suaminya.

“Aku ternyata makin tua aja, ya, Dik! Dulu, aku bisa angkat apa saja dan nggak ada masalah. Tapi sekarang, dikit-dikit sakit, dikit-dikit ambruk. Yah, tapi aku harus bersyukur, aku masih diberi umur panjang sehingga bisa menemanimu…!” Yuk Ning tersanjung. Suaminya kian sayang padanya. Padahal, ia belum bisa menjadi istri sempurna. Gus Muh tidak pernah menuntut macam-macam. Ia berusaha menerima kondisi apa pun istrinya.

“Kang, hidup ini kan selalu berputar. Kadang senang, kadang susah, kadang sehat, kadang sakit, itulah ujian gusti Allah untuk kita, apakah kita sabar atau malah ingkar,” tutur Yuk Ning menenangkan.

Gus Muh tersenyum lega. Istrinya ternyata kian tegar menghadapi pasang surut kehidupan. Ia tak salah mencintai wanita yang hingga kini tetap setia melayaninya. Ia kian mampu melihat sekuntum hikmah di setiap penggal pengalaman pahit yang ia kenyam.

“Allah memang luar biasa,” bisiknya dalam hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Introduction