Rabu, 30 Juni 2010

TELAH SAMPAI DI NEW YORK

Tiada kata selain ucapan syukur alhamdulillah, akhirnya say sampai juga di New York. Perjalanan jauh yang melelahkan selama sekitar 30 jam berakhir sudah. Lelah, ngantuk, sampai kram mewarnai perjalanan saya. Kini, saya sudah terdaftar sebagai mahasiswa di State University of New York di Buffalo untuk periode musim panas ini. Saya telah mendapat satu ruang kamar di Goodyear hall.

Ksempatan menulis ini dapat saya peroleh setelah saya mendapatkan kartu mahasiswa, alamat email, dan password untuk dapat mengakses komputer di perpustakaan kampus. Sementara ini tak ada pilihan lain kecuali harus menggunaka fasilitas umum untuk memenuhi kebutuhan saya.

Banyak hal berbeda yang harus saya lakukan untuk menyambung hidup. Saya harus rela tidak makan nasi beberapa hari. Menu yang selalu ditawarkan oleh toko-toko makanan adalah pizza, sandwich, burger, dan semacamnya yang berbahan dasar roti. Daripada kelaparan, saya pun harus menyatap makanan-makanan itu meskipun rasanya sulit diterima perut. Saya belum menemukan satu kawan pun dari Indonesia di sini. Alhasil, saya harus berekperimen menggunakan fasilitas yang belum pernah saya alami sebelumnya, seperti beli minuman di mesin (vending machine), peralatan yang serba optomatis (masuk ruangan, lampu bisa nyala sendiri lho, bukan karena ada hantu hehehe), masuk gedung harus pakai kartu gesek seperti ATM (kalau tak punya, jangan harap bisa masuk), dan yang paling penting, tak ada orang yang ngerti bahasa indonesia, jadi harus ngomong Inggris dari mulai Singapura hingga di sini. (Wah, bisa lupa nih...hehe)

Senin, 28 Juni 2010

SEKILAS PERJALANAN JAKARTA-SINGAPURA

Hari ini adalah salah satu hari yang sangat melelahkan, Dari malam sebelumnya, saya harus memastikan semua barang bawaan harus sia. Kemudian, sehabis subuh saya harus segera berangkat ke kantor Aminef di Jalan Sahari Raya, dekat Pasar Senin. Sesuai dengan saran istri, saya lebih baik menggunakan motor untuk menghindari kemacetan di pagi hari. Maklum, Jakarta selalu bekerjaran dengan waktu. Karena saya belum hapal jalan-jalan Jakarta dari Bekasi, maka istri tercinta siap menemani untuk memberikan petunjuk arah. Denagn modal keberanian dan sedikit nekad, saya akhirnya bisa melewati keramaian Jakarta dengan motor untuk yang pertama kali. Biasanya saya hanya sampai Taman Mini atau Bekasi Kota. Kini saya sudah bisa sampai ke Jantung Ibukota dekat sialng Monas. hehehe. Di Aminef, saya mengambil berkas keberangkatan yang isinya antara lain paspor, visa, tiket, dan biaya perjalanan.

Setelah urusan administrasi yang cukup memakan waktu, akhirnya saya balik ke Bekasi dan baru sampai rumah pukul 2 siang. Saya harus berlari-lari untuk dapat berangkat pukul 3 karena check in sudah dimuali pukul 5 sore. Alhamdulillah, dengan menggunakan mobil kakak dan didampingi oleh Bapak mertua, istri dan anak-anak, saya bisa sampai bandara pukul 4.30. Saya pun segera melakukan prosesi bandara, mulai check in, bayar airport tax, isi form imigrasi, urus viskal, dan terakhir menghadap petugas imigrasi. setelah semua beres, saya kemudian masuk ruang tunggu.

Tepat pukul 8.15, saya dan para penumpang memasuki pesawat Singapore Airlines. Pesawatnya cukup besar, satui deret berisi 9 kursi yang terbagi dalam tiga lajur. Saya baru pertama kali menggunakan pesawat ini. Kesan yang muncul adalah bahwa model pesawat serupa dengan Cathay Pasific yang pernah saya gunakan untuk ke Kanada 6 tahun yang lalu. Di depan setiap penumpang, ada layar monitor kecil yang berisi tentang informasi pesawat, mulai cara menggunakan sabuk pengaman hingga cara penyelamatan dalam pesawat. Pelayanannya juga serupa dengan cathay. Saya mendapat satu porsi besar makanan dengan dua jenis munuman dan satu kue manis. Lumayan untuk mengganjak perut yang tidak sempat makan siang.

Sesampai di bandara Changi, Singapura, saya langsung mencari tempat penginapan saya yang sudah dipesankan. Rainforest namanya. saya tak malu-maul bertanya kepada beberapa petugas tentang keberadaan penginapan tersebut. Ternyata, saya harus naik Skytrain, sebuah kereta api listrik yang menghubungkan terminal 3, tempat saya mendarat, ke terminal 1, lokasi Rainforest. Seneng juga berjalan-jalan di bandara yang sangat luas yang terdiri dari 3 terminal. itu. Toko-toko sepanjang jalan dengan tata ruang yang artistik.

Sesampai di penginapan, saya melapor dahulu ke petugas, bahwa saya akan menginap sekitar 6 jam seperti yang tertera di vocer yang telah diberikan Aminef. Petugas kemudian mengecek di komputer tentang status sya dan akhirnya saya mendapat satu ruang untuk sekedar merebahkan punggung. Waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam. Saya pun mencoba tidur meskipun agak sulit terpejam mata ini. berkali-kali saya bangun karena kahwatir kalau-kalau saya akan ketinggalan pesawat di pagi hari. Saya harus bangun pukul 4 untuk dapat check ini pada pukul 5.

Sekarang, alhamdulillah, saya sudah selesai check in dan dapat menulis cerita ini. Wah, sebanarnya banyak hal yang akan saya tumpahkan, tetapi karena waktu internet gratis di bandara dibatasi, maka saya cukupkan sampai di sini. Selanjutnya saya akan boarding untuk keberangkatan ke Narita, Tokyo. Kemudian, baru perjalanan ke San Fransisco akan dimulai.

Minggu, 27 Juni 2010

SIAP-SIAP ...

Besok malam, saya akan memulai perjalanan menuju kota New York. Penerbangan akan dimulai dari Bandara Sukarno-Hatta menuju Singapura menggunakan Singapore Airlines. Selanjutnya saya akan ganti pesawat milik Amerika, United Airlines, hingga sampai di San Fransisco, melalui transit di Tokyo lebih dahulu. Kemudian, saya akan meneruskan perjalanan Chicago dan berakhir di Buffalo Niagara International Airport. Kata kawan-kawan, waktu tempuhnya tidak kurang dari 30 jam. Wow...betapa melelahkan...Tetapi karena sudah diniati secara bulat, saya harus siap melanglang buana seorang diri.

Sekarang ini, saya sedang kemas-kemas barang yang akan saya bawa besok malam. Lumayan banyak juga yang harus dipersiapkan, mulai dokumen, pakaian, hingga obat-obatan. Belum lagi, menata perasaan yang akan berpisah dengan istri dan anak-anak. Seperti kata Mas Har, berpisah dengan keluarga akan menyisakan rasa sepi yang mendalam. Ya, tentu saya akan mengalami hal yang sama. Namun, sekali lagi, wis kadung nyemplung, udah terlanjur basah, mandi sekalian. Saya tentu akan teringat dengan tingkah laku anak-anak yang lucu dan kadan menyebalkan. Saya juga pasti kangen dengan masakan istri yang kian mahir mengolah makanan penuh cita rasa. Wah, kalau ingat semua itu, mungkin saya akan batalkan saja tiket saya...hehe

Perjuangan memang menuntut pengorbanan. Tak ada suatu prestasi yang dicapai dengan usaha biasa-biasa saja. Oleh sebab itu, keberanian menanggung konsekuensi dari sebuah sikap adalah bukti kedewasaan seseorang dalam mengusung suatu keputusan. Oleh sebab itu, saya pun harus siap lahir batin untuk mengasah kemampuan, rela berpisah dengan orang-orang yang sangat berarti, demi teraihnya impian menjadi manusia yang punya nilai guna bagi sesama. Semoga pengorbanan ini tidak sia-sia...amin...

Sabtu, 26 Juni 2010

BERKUNJUNG KE RUMAH GURU


Dari sekian guru yang berkesan, saya mempunyai satu guru nyentrik yang penuh inspirasi. Namanya Pak Didin. Orang asli Sunda satu ini adalah guru kaligrafi terbaik papan atas Indonesia yang sering menjadi Ketua Dewan Hakim Musabaqah Kaligrafi tingkat Nasional. Orangnya sangat sederhana tetapi saya selalu kagum dibuatnya, terutama cara beliau memotivasi dan selera humor yang tinggi.

Sejak tahun 1998, saya sudah berguru kepada beliau. Bahkan, pada tahun 2000, ketika saya terpilih menjadi salah satu duta kaligrafi propinsi DKI Jakarta untuk mengikuti MTQ bidang kaligrafi tingkat Nasional, pak Didin adalah guru utamanya. Selama satu bulan penuh saya harus menginap di Traning center untuk terus membuat karya goresan huruf-huruf Arab di bawah bimbingannya. Alhasil, meskipun akhirnya tidak mendapat penghargaan nasional, kiprah saya di dunia kaligrafi tetap cemerlang dengan memenangi sejumlah kejuaraan baik tingkat kabupaten maupun propinsi. Karir kaligrafi saya akhirna harus surut ketika saya memutuskan untuk memilih dosen sebagai profesi utama saya. Meskipun begitu, semangat untuk menulis dan melukis kaligrafi masih tetap membara hingga kini, hanya menunggu waktu saja.

Hari Kamis yang lalu, sebelum melakukan riset di Dompet Dhuafa, saya sempatkan untuk bertandang ke kediaman pak Didin. Sudah lebih dari empat tahun saya tidak bersua beliau. Ada kerinduan tersendiri di hati. Saya masih ingat betapa beliau rela hadir jauh-jauh dari Ciputat pada upacara pernikahan saya enam tahun yang lalu di Bekasi. Sebagai penghormatan, saya memohon kesediaan beliau untuk memberikan pesan-pesan dalam kehidupan berumah tangga pada acara tersebut. Ketika saya datang, betapa senangnya beliau. Senyum semringah dan jabat tangan hangat saya peroleh. Saya cium tangan beliau sebagai ungkapan rasa ta'dhim.

Bincang-bincang berlangsung santai. Istri beliau, Cek Aah, sesekali menanyakan kabar keluarga saya. Kang Dede, adik pak Didin yang sedang berada di sana, juga tak ketinggalan ikut nimbrung dalam perbincangan. Sayangnya, saya tidak punya waktu banyak untuk berlama-lama di rumah beliau karena ada janji dengan pihak Dompet Dhuafa. Akhirnya, saya pun mohon diri untuk melanjutkan perjalanan. Saya pun diantar sampai pintu gerbang rumah beliau. Duh, bahagianya bertemu lagi dengan guru yang sangat inspiratif!

Jumat, 25 Juni 2010

TERIMA KASIH DAN SELAMAT TINGGAL

Alhamdulillah, atas berkat rahmat Allah SWT dan doa semua pihak, akhirnya hari ini, Jumat 25 Juni 2010, pihak Kedutaan Amerika memberitahukan bahwa visa saya sudah siap diambil. Saya sangat gembira karena penantian panjang itu akhirnya membuahkan hasil. Informasi ini kemudian langsung saya sampaikan kepada pengelola Fulbright untuk segera ditindak lanjuti. Sore tadi, pihak Fulbright telah memastikan bahwa hari Senin, 28 Juni 2010, pukul 20.00, saya akan memulai perjalanan saya ke Amerika melalui bandara Sukarno Hatta.

Dalam kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih kepada keluarga, kawan-kawan, dan para sahabat yang telah berkenan mendukung penuh kegiatan saya. Hanya Allah SWT yang paling adil dalam memberikan pahala terbaik untuk hamba-hamba-Nya. Jazakumullah ahsanal jaza'. Amin.

Tak lupa pula, saya mohon pamit sekaligus mohon maaf, semoga perjalanan saya mendapat lindungan dari-Nya sehingga selamat mulai berangkat dan kembali ke tanah air kelak. Terima kasih.

MEMULAI PENELITIAN DISERTASI

Sejak tiba di Jakarta, saya segera menyusun rencana untuk melakukan penelitian disertasi. Tempat utama yang harus saya kunjungi adalah Dompet Dhuafa (DD) di wilayah Ciputat. Hari Senin saya mencoba menjalin hubungan dengan direktur Indonesia Magnificence of Zakat (IMZ), ibu Nana. Alhamdulillah, beliau siap menerima saya untuk diskusi tentang manajemen pada hari Selasa. Saya merasa tersanjung, ternyata orang sekaliber bu Nana berkenan membantu saya untuk memahami Total Quality Management (TQM) yang menjadi topik penelitian saya.

Sesuai dengan janji, hari Selasa pagi saya sudah siap berangkat ke Ciputat. Waktu perjalanan lumayan lama, setidaknya harus sedia 2 jam. Sesampai di lokasi, di luar perkiraan, saya mendapat sambutan hangat dari bu Nana. Rasanya saya sudah kenal lama dengan beliau, padahal, baru hari itu saya bertemu. Tiga jam saya ditemani beliau untuk bercengkrama dan berdiskusi tentang banyak hal. Pengalamannya yang malang melintang di dunia filantropi dan manajemen membuat setiap kalimatnya penuh informasi yang berbobot. Saya sempat mengatakan bahwa saking banyaknya informasi, kepala saya bisa meledak. hehehe.

Hari selanjutnya saya membuat janji dengan pak Joko. Tokoh satu ini merupakan kepala pusat informasi dan dokumentasi DD. Penampilannya yang agak serem ternyata tidak berbanding lurus dengan keramahannya menjawab sejumlah pertanyaan saya. Meskipun ia sedang sibuk dengan berbagai kegiatan Dompet Dhuafa yang rencana akan menggelar kegiatan jalan sehat dan acara ramadhan, Pak Joko masih sigap memberikan banyak keterangan penting. Darinya, saya mendapat arahan untuk menemui beberapa petinggi Dompet Dhuafa untuk memperoleh informasi lebih lengkap. Orang pertama yang direkomendasikan adalah ketua manajemen ISO 9001:2008. Mbak Tri namanya.

Saya agak sulit menemui orang penting ini. Saya harus sabar menunggu waktu luangnya. Saya pun berpikir macam-macam tentang Mbak Tri. Bayangan saya, saya akan bertemu dengan orang yang selalu dikejar waktu dan sulit untuk diajak berdiskusi. Ternyata, pada hari Kamis yang lalu, perkiraan saya benar-benar meleset. Mbak Tri tidak kalah ramah dengan bu Nana. Bahkan, karena topik penelitian saya terkait erat dengan manajemen mutu yang menjadi tanggung jawabnya, Mbak Tri tanpa ragu-ragu memberikan dokumen penting yang menjadi dasar prestasi Dompet Dhuafa (DD) meraih sertifikat ISO bergensi itu. Wow...subhanallah...kunci dasar penyelesaian disertasi saya sudah keemu.

Untuk melengkapi data, saya disarankan untuk menemui ketua Human Resource Development (HRD) dan ketua Customer Relationship Management (CRM). Pak Herman, sang ketua HRD kebetulan sedang melintas di ruang tamu. Oleh petugas penerima tamu, saya langsung dipertemukan dengan beliau dan ternyata pak Herman tidak keberatan untuk langsung wawancara meski tidak melalui perjanjian terlebih dahulu. Perbincangan semakin hangat ketika saya tahu ternyata pak Herman adalah orang Jawa Timur, jadi kami sempat ngomong bahasa Jawa. Betapa senangnya...

Terakhir, orang yang saya butuhkan informasinya adalah Mbak Dona, ketua CRM. Saya agak kaget ketika melihatnya, ternyata Mbak Dona adalah orang yang pernah saya temui saat saya dan pak Rektor Malang menghadiri acara kerjasama antara UIN Malang dengan Institut Kajian Zakat Malaysia di Hotel Sofyan 3 tahun yang lalu. Wah, jaminan nih, informasi bakal mudah diperoleh. Sikap "welcome" yang ditunjukkan oleh kru Dompet Dhuafa benar-benar membuat pencitraan Dompet Dhuafa yang saya miliki berubah total. Dulu, memang saya pernah datang ke DD saat mengawali penelitian tesis S2. Kesan saya waktu itu, DD adalah sebuah lembaga yang sulit disentuh oleh publik. Ada kesan tertutup dan prosedur berbelit ketika saya ingin mendapatkan informasi lebih banyak. Ternyata semua berbeda dengan apa yang sekarang saya alami. Semoga, mereka yang saat ini telah menyatakan siap membantu saya dalam pengumpulan data tetap konsisten dengan pernyataan mereka sehingga disertasi saya yang kelak akan menjabarkan pola manajemen mutu terpadu yang diterapkan di DD dapat selesai dengan sempurna. Amin. Wa Allah a'lam.

Minggu, 20 Juni 2010

LEMBARAN BARU

Setelah selesai boyongan dari Semarang, saya melanjutkan perjalanan hidup ke beberapa kota. Kota pertama yang saya singgahi adalah Yogyakarta. Di propinsi istimewa ini saya berkunjung ke rumah kakak di wilayah Godean. Senang rasanya bisa bertemu kembali dengan saudara yang biasanya hanya kontak lewat telepon. Ponakan, si Zidan, begitu gembira menyambut kami, khususnya kedua anak kami, Tia dan Taqi, yang sebaya dengannya. Mereka bertiga akhirnya bermain dan bercanda sepuasnya. Jalan-jalan bersama menyusuri Malioboro, Pasar Bringharjo, dan Taman Pintar setidaknya dapat memberikan suasana baru. Setidaknya dapat menghibur hati saya yang masih belum rela berpisah dengan kawan-kawan Semarang. Bergaul dengan mereka sangat mengesankan.

Di Maliboro, kami mengkhususkan diri untuk mencari toko Sovenir. Di deretan yang panjang, kami menemukan satu tempat belanja yang menawarkan berbagai ragam buah tangan dengan harga terjangkau. Gantunga kunci dengan motif wayang, candi, dan andong cukup menyita perhatian saya. Juga, beragam hiasan dari logam dan kaca nampaknya layak untuk dijadikan oleh-oleh. Setelah dirasa cukup, kami melanjutkan perjalanan ke pasar Bringharjo. Pasar ini merupakan salah satu pasar terlengkap dan termurah di Jogja. Aneka batik dijual dengan harga murah. Maklum, para pedagang yang jumlahnya ratusan menjajakan barang yang relatif sama sehingga mereka berani menawarkan barang dengan harga bersaing.

Setelah puas di Jogja, perjalanan saya dilanjutkan ke Jakarta. Kali ini, tujuan utamanya adalah mengantar istri dan anak-anak ke rumah orang tua di Bekasi. Waktu tempuh Jogja-Jakarta sekitar 10 jam, dari magrib hingga subuh. Alhamdulillah, pagi tadi kami semua telah sampai di Jatiasih. Tujuan berikutnya adalah melakukan penelitian di Dompet Dhuafa. Ini merupakan rangkaian dari penulisan disertasi yang proposalnya baru awal bulan ini disetujui oleh dewan penguji.

Amerika? Wah, banyak yang tanya kapan saya akan ke negeri Obama. Jawabnya adalah saya sedang menunggu keluarnya visa. Informasi terakhir, Jumat lalu saya ditelepon oleh pihak kedutaan Amerika untuk melengkapi berkas yang mereka butuhkan. Langsung, hari itu juga saya kirim email ke kedutaan untuk melengkapi berkas yang mereka inginkan. Kini, saya harus tawakkal setelah berusaha sekuat tenaga untuk meraih kesempatan riset di luar negeri. Semoga atas doa dan dukungan semua pihak, Allah SWT akan memberikan keputusan terbaik untuk saya. Amin

Sabtu, 19 Juni 2010

ANALISIS HUKUM TENTANG WAKAF UANG PADA TABUNG WAKAF INDONESIA

A. Jenis Uang
Dari segi jenisnya, wakaf uang yang dilaksanakan oleh TWI adalah wakaf uang logam dan uang kertas. Uang logam yang dimaksud adalah uang logam yang bernilai penuh, yaitu uang dinar. Kebetulan, TWI juga membuka kounter Wakala al-Wakif untuk jual beli uang dinar dan dirham sebagai salah satu jaringan Wakala Induk Nusantara. Dana yang masuk ke TWI dalam bentuk dinar atau dirham langsung dikonversi ke dalam rupiah. Adapun uang kertas yang diterima TWI adalah uang kertas rupiah.
Memperhatikan jenis uang yang diterima TWI, TWI dapat dikatakan telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006. Pasal 22 menyebutkan bahwa wakaf uang yang dapat diwakafkan adalah mata uang rupiah. Apabila uang yang diwakafkan dalam bentuk mata uang asing, semisal dinar, maka TWI sebagaimana pasal itu telah mengkonversikan terlebih dahulu ke mata uang rupiah.

B. Jenis Wakaf Uang
Uang yang telah diterima oleh TWI dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori: wakaf uang untuk produktif dan wakaf uang untuk non-produktif. Wakaf uang produktif adalah dana wakaf uang yang diterima TWI untuk pengembangan usaha yang menghasilkan keuntungan, seperti kongsi dengan Bakmi Langgara, kongsi dengan Kampoeng Ternak dan pendirian Food Court (pusat makanan). Adapun wakaf uang untuk non-produktif adalah wakaf berupa uang yang kemudian dirubah bentuknya menjadi aset, seperti gedung LKC, gedung sekolah Smart EI, dan saat ini sedang membangun gedung Rumah Sehat Terpadu.
Model pembagian ini kemudian dikritik oleh sebagian praktisi wakaf, seperti Masykuri Abdillah yang mengatakan bahwa TWI telah menggunakan dana wakaf uang untuk pembelian aset non-produktif, bukan menunggu hasil pengelolaannya. Ketika wakaf uang diinvestasikan dalam bentuk misalnya Wisma Mualaf, hal ini jelas tidak akan memberikan keuntungan materi. Padahal, inti wakaf uang adalah menjadikan modal dan mendistribusikan hasil, bukan menggunakan wakaf uang untuk modal yang statis. Dengan demikian, inti dari wakaf uang adalah adanya investasi, seperti tergambar dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006. PP ini meniscayakan investasi wakaf uang di bank syariah atau produk lain di luar bank syariah yang telah dicermati secara komprehensif dan dijaminkan kelestariannya dengan asuransi syariah.

C. Prosedur Penerimaan Wakaf Uang
Dalam tataran hukum positif, wakaf uang dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 termasuk wakaf benda bergerak. Benda bergerak adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi termasuk di dalamnya adalah uang. Undang-Undang tentang Wakaf ini memberikan keleluasaan bagi umat Islam untuk turut serta dalam program wakaf sehingga tidak perlu lagi menunggu kaya dahulu seperti konglomerat. Mereka dapat menyisihkan sebagian rezekinya untuk wakaf uang atau menyerahkan hak miliknya untuk diwakafkan secara berjangka. Ini merupakan terobosan baru yang dapat memberikan peluang bagi peningkatan kesejahteraan umat Islam.
Adapun benda bergerak berupa uang secara khusus dijelaskan dalam pasal 22 dan 23 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Dalam pasal 22 disebutkan bahwa wakaf uang yang dapat diwakafkan adalah mata uang rupiah. Wakif yang akan mewakafkan uangnya diwajibkan untuk hadir di Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) untuk menyatakan kehendak wakaf uangnya, menjelaskan kepemilikan dan asal-usul uang yang akan diwakafkan, menyetor secara tunai sejumlah uang ke LKS-PWU, dan mengisi formulir pernyataan kehendak wakif yang berfungsi sebagai AIW.
Pasal 23 menjelaskan bahwa wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui LKS yang ditunjuk oleh Menteri sebagai LKS Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU).
Mencermati beberapa kutipan di atas, nampak jelas bahwa program wakaf uang yang dilakukan oleh TWI telah sesuai dengan Peraturan Menteri Agama. TWI yang merupakan nadzir lembaga berbadan hukum menerima dana wakaf berupa uang Rupiah dari masyarakat luas.
Permasalahan yang muncul adalah TWI bukanlah bagian dari LKS-PWU yang disahkan Menteri Agama. Dalam pasal 22 ayat (3) dijelaskan bahwa wakif harus hadir di LKS-PWU untuk menyatakan kehendak wakaf yang kemudian akan memperoleh formulir kehendak wakaf yang berfungsi sebagai Akta Ikrar Wakaf (AIW). Akta ini merupakan bukti otentik terjadinya wakaf yang kemudian dapat menjadi landasan dikeluarkannya Sertifikat Wakaf Uang. Ketika disadari demikian, maka TWI sepertinya tidak berhak menerima wakaf uang, kecuali TWI berfungsi sebagai perpanjangan tangan dari LKS-PWU, dengan cara TWI menerima wakaf uang dari masyarakat lalu menyerahkan kepada LKS-PWU untuk didayagunakan. Kemudian, hasilnya dapat dimanfaatkan untuk membiayai program-program TWI.
Di balik ketidaksesuaian TWI dalam prosedur penerimaan di atas, ada sejumlah alasan yang patut dipertimbangkan.
1. Bagi TWI, bank meskipun telah berlabel Syariah masih belum lepas dari praktik ribawi. TWI di bawah kepemimpinan Zaim Saidi berusaha keras untuk tidak menginvestasikan wakaf uang pada produk perbankan.
2. Dengan menerima dan memberdayakan wakaf uang secara langsung kepada masyarakat, para pedagang dan pengusaha dengan mudah akan dapat menikmati kucuran dana segar tanpa bunga.
3. Perputaran uang wakaf lewat perdagangan akan lebih terjamin kehalalannya dan lebih menguntungkan ketimbang dititipkan ke bank. Ketika dana wakaf uang diinvestasikan kepada kegiatan usaha masyarakat secara langsung, hal ini akan dapat memberikan suntikan dana sekaligus menggairahkan perekonomian mereka.

D. Prosedur Pendayagunaan Wakaf Uang
Saat ini, prosedur pendayagunaan yang dilakukan oleh TWI adalah TWI memberdayakan dana wakaf uang secara mandiri melalui program-program unggulan yang dibuat sendiri. Misalnya wakaf uang untuk dana pendidikan melalui sekolah Smart EI, dana kesehatan melalui Layanan Kesehatan Cuma-Cuma, atau untuk dana produktif melalui usaha Bakmi Langgara dan Food Court. Dengan begitu, TWI tidak perlu lagi bekerja sama dengan LKS-PWU dalam pendayagunaan dana wakaf uang masyarakat.
Ada beberapa ketidaksesuaian TWI dengan ketentuan hukum positif dalam proses pendayagunaan wakaf uang yang diterima. Di antaranya adalah:
1. Menerima wakaf uang lalu menginvestasikan sendiri tanpa menyimpan terlebih dahulu di LKS-PWU. Semestinya, jika mengikuti aturan hukum yang berlaku, khususnya PP Nomor 42 Tahun 2006, dana wakaf uang disetorkan terlebih dahulu ke LKS-PWU, barulah diambil hasilnya, atau kalau pun akan diinvestasikan di luar perbankan harus diasuransikan terlebih dahulu dengan menggunakan asuransi syariah.
2. TWI tidak menjamin bahwa dana wakaf uang yang diinvestasikan akan memberikan hasil dan induknya tetap. Juga, TWI belum pernah menggunakan asuransi syariah dalam pengelolaan wakaf uang. Misalnya, ketika mereka berkongsi dengan Bakmi Langgara, mereka mengandalkan sikap saling percaya dan selembar surat perjanjian tentang bagi hasil dan kerugian. Salah satu klausul dalam perjanjian itu adalah apabila Bakmi Langgara mengalami kerugian, maka kerugian hanya ditanggung oleh pihak Bakmi Langgara. Dengan demikian, dana wakaf uang akan tetap terpelihara.
3. Kesan sementara ini yang muncul adalah bahwa BWI ingin memonopoli pengelolaan wakaf uang. Masyarakat tidak boleh mengelola wakaf uang kecuali mendapat ijin dari BWI. Padahal, hingga kini, belum ada satu pun lembaga yang mengantongi ijin tersebut, termasuk TWI. Ini berarti masyarakat hanya bisa berwakaf uang tetapi tidak dapat menikmati hasilnya karena semua dana wakaf uang harus disetorkan ke rekening BWI.
Alasan TWI dalam proses pendayagunaan wakaf uang ini antara lain:
1. TWI memiliki fokus kepada penerimaan wakaf uang untuk dirupakan dalam bentuk aset. Dana wakaf uang yang diproduktifkan masih belum maksimal.
2. Para wakif memang menginginkan dananya disalurkan untuk kepentingan pembangunan yang sedang dilaksanakan TWI. Oleh sebab itu, dana wakaf uang lebih banyak dialokasikan untuk pembangunan gedung dan perluasan tanah seperti kehendak mereka. TWI menyerahkan wakaf uang ke produk yang tidak menghasilkan (non-produktif) seperti LKC, sekolah Smart EI dan Wisma Mualaf.
3. Wakaf syuyu’i (kolektif) merupakan salah satu program unggulan TWI. Program ini bertujuan untuk membangun aset dengan cara membayar lewat uang, misalnya membangun gedung sekolah dan wisma mualaf. Kegiatan semacam ini dapat disebut sebagai wakaf melalui uang, bukan seperti wakaf uang yang disebutkan dalam Undang-Undang.
4. TWI tidak tertarik untuk menginvestasikan dana wakaf uang melalui bank. Bagi TWI, prinsip pendayagunaan adalah dengan mengaktifkan pasar dan pusat-pusat ekonomi masyarakat tradisional.
5. Ketika wakaf uang disetorkan ke LKS-PWU, uang akan diinvestasikan pada produk bank. Ini berarti hanya akan memperkaya pengelola bank dan mengurangi perputaran uang di masyarakat. Bank akan meraih keuntungan sedangkan masyarakat akan kekurangan modal. Namun, bila menggunakan cara yang diterapkan TWI, masyarakat akan mendapat modal segar dari dana wakaf uang.
6. TWI telah berdiri sejak tahun 2005 sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 baru muncul tahun 2006 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 4 baru lahir tahun 2009 yang kemudian disusul dengan penunjukan LKS-PWU. Dengan demikian, ketidaksesuaian praktik yang dilakukan TWI sebenarnya bukan karena tidak taat hukum, namun lebih karena aturan wakaf uang baru dibuat di Indonesia, beberapa tahun setelah TWI beroperasi. Dalam hal ini, nampaknya, TWI harus dengan besar hati menyesuaikan diri dengan aturan hukum yang berlaku ketika semua fasilitas teknis telah tersedia.

E. Beberapa Tawaran Solusi
Mencermati sejumlah ketidaksesuaian praktik TWI dengan perundang-undangan yang berlaku, beberapa solusi dapat ditawarkan untuk mengatasi berbagai masalah di atas, antara lain sebagai berikut.
1. Kalau bisa disepakati, wakaf uang dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yakni wakaf uang untuk aset (non-produktif) dan wakaf uang untuk usaha (produktif). Dengan demikian, praktik wakaf uang non-produktif seperti banyak dilakukan oleh masyarakat termasuk TWI akan mendapat payung hukum.
2. BWI seharusnya bersedia memberi kesempatan kepada seluruh elemen masyarakat untuk terlibat dalam wakaf uang, termasuk memiliki nomor rekening khusus wakaf uang di bank Syariah, tanpa prosedur yang berbelit. Sebagai misal, ketika penulis mencoba membuka rekening di LKS-PWU (Bank Muamalaf dan Bank Syariah Mandiri di Jakarta), nampaknya fasilitas rekening khusus itu belum tersedia kecuali untuk nazhir atas nama BWI. Dengan demikian, lembaga lain semisal TWI belum bisa mendapat pelayanan khusus seperti yang dimiliki BWI, antara lain kepemilikan dua rekening berbeda antara rekening dana wakaf dan rekening hasil pendayagunaan wakaf (bagi hasil).
3. BWI seharusnya tidak memonopoli dana wakaf uang seperti saat ini, tetapi justru memberikan contoh baik dalam pengelolaan wakaf uang secara produktif. Selama 3 tahun masa kerja, BWI belum memiliki proyek percontohan (pilot project) yang konkret, kecuali saat ini sedang berencana membangun Rumah Sakit Ibu dan Anak di Tangerang.
4. BWI seharusnya lebih merakyat. Meskipun BWI terdiri dari para pakar dari berbagai bidang, semestinya BWI memberikan teladan kepada masyarakat, bukan malah mengecilkan peran lembaga lain yang telah susah payah membangun budaya wakaf uang di masyarakat. Kreatifitas masyarakat dalam pengumpulan wakaf uang perlu dihargai dan diwadahi.
5. LKS-PWU seharusnya tidak hanya menjadi kepanjangan tangan dari BWI, melainkan menjadi pelaksana dari wakaf uang bagi segenap lapisan masyarakat. Oleh sebab itu, mereka harus dapat melayani masyarakat umum yang ingin mengelola wakaf uang.

Jumat, 18 Juni 2010

MEMORI JATISARI

Sejak pagi kemarin, saya tak dapat menutupi kesedihan saya. Berjamaah terakhir dengan kawan-kawan di Mushalla membuat hati saya terenyuh. Ada satu kerinduan tersendiri bila kelak saya tidak lagi di Jatisari. Nuansa ketenangan, kedamaian, keakraban, persahabatan, dan persaudaraan begitu kental. Belajar bersama selepas shalat Shubuh menambah ikatan batin yang mendalam. Materi apa saja, mulai email, blog, hingga power point dibahas dengan santai dan menyenangkan. Wajah-wajah sumringah ketika keluar dari mushalla diiringi dengan gelak tawa semakin menyentuh kalbu.

Nah, ketika harus berpisah, rasa haru tak tertahankan. Ada sebuah pertanyaan dalam hati, akankah saya dapat menemui suasana seindah di Jatisari? Walau saya hanyalah seorang pendatang baru, saya seperti sudah lama berada di lingkungan ini. Artinya, perpisahan begitu terasa berat. Saya sudah terlanjur senang tinggal di perumahan ini. Di bawah bimbingan Ustad Nurudin, saya bisa mengenal Mas Yasmidi, Mas Hartono, Mas Sembodo, Mas Wisnu, Mas Yudha, Mas Nadhirin, Mas Wakhidin, Mas Giyanto, Mas Edi, Mas Bejo, Mas Banteng, Mas Sholihin, Mas Kuat, Mas Mahsun, dan banyak lagi yang tak dapat saya sebut satu persatu. Bangga rasanya bersama mereka...

Tapi, saya harus ikhlas untuk meneruskan langkah saya di tempat yang lain. Tentunya, Saya harus kembali mengabdi di tempat tugas, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Untungnya, Semarang Malang tidaklah jauh. Suatu saat nanti, saya berniat untuk meluangkan waktu secara khusus untuk berkunjung ke kampung yang telah mengajari saya banyak hal dalam beragama dan bermasyarakat. Semoga kawan-kawan saya di Jatisari masih tetap berkenan menjadikan saya sebagai salah satu kawannya yang pernah hidup dan bergaul bersama. Amin.

Kamis, 17 Juni 2010

UNTUK SAHABAT SEJATIKU DI JATISARI

Sahabatku
Jernihnya embun tak sebening hatimu
Hangatnya mentari tak setulus cintamu
Kau laksana udara pagi yang memberikan kesejukan
Kau bak angin semilir yang menyajikan kesegaran

Kau lebih dari sekedar saudara
Bersamamu kunikmati kedamaian
Detik hidupku terasa begitu bermakna
Bila dekat denganmu kawan...

Sayang sekali...
Hari ini aku harus mohon diri
Dengan hati berat tak terkira
Dengan derai airmata tanpa kata
Aku harus lanjutkan jalanku
Melangkah ke depan lebih jauh

Tapi, aku yakin
Suatu saat nanti aku kan kembali
Bersua denganmu wahai sahabat sejatiku
Berbagi cerita dan canda
Belajar apa saja di mushalla
Seperti sediakala

Sahabat
Aku sangat mengagumimu
Dalam memoriku kaulah yang terbaik
Sepanjang sejarah hidupku

I love you all…!!!

Selasa, 15 Juni 2010

PENGALAMAN MENGURUS VISA AMERIKA (2)


Saya ingin meneruskan cerita tentang pengurusan visa. Dulu ketika saya berkesempatan mengunjungi Kanada, pengurusan visa langsung ditangani pihak sponsor, yakni CIDA (Canadian International Development Agency). Saya dan kawan-kawan yang jumlah 25 orang hanya diminta untuk menyerahkan paspor. Berbeda halnya dengan pengalaman ke Malaysia, visa langsung distempel saat tiba di Bandara Kualalumpur. Tidak ada hal yang harus dipersiapkan dari rumah. Begitu pula saat memasuki wilayah Singapura. Visa diurus langsung di saat masuk gerbang pertama di negeri itu. Intinya, prosedur tidak ribet dan melelahkan.

Nah beda halnya dengan pengalaman mengurus visa Amerika. Wuih, butuh kesabaran dan waktu ekstra lho! Selain aplikasinya harus online--dan prosesnya tidak mudah, seperti jenis dan ukuran foto harus memenuhi syarat, pengisian formulir yang berlembar-lembar, dan barcode aplikasi harus jelas--para pelamar juga harus rela antri di tengah terik matahari dan ancaman hujan. Sebelum masuk lingkungan kedutaan, para pelamar harus rela antri di luar pagar dengan pemeriksaan ketat. Pengunjung yang namanya tidak ada dalam daftar pelamar hari itu dapat dipastikan harus pulang dengan gigit jari. Begitu pula, barang bawaan yang dianggap tidak perlu semisal kamera dan laptop harus dititipkan ke petugas. Para petugas yang berlagak keras terkadang terkesan arogan dan superior.

Setelah melalui pemeriksaan ketat di depan pintu, pelamar yang lolos dipersilakan memasuki kedutaan. Saya agak kaget ketika ternyata ratusan orang masih antri di depan loket dengan wajah lelah. Gimana tidak? Loket yang tersedia hanya dua meja, sedangkan setiap orang harus menghabiskan waktu sekitar 5 menit untuk memproses aplikasinya. Saya yang datang agak siang sudah dipastikan harus menunggu giliran lebih dari 5 jam. Wow, berdiri di bawah terik matahari di lapangan bola basket tentu dapat dibayangkan. Keringat mengucur deras sedangkan gerak antrian sangat lamban. Alhasil, saya yang sejak pukul 8.30 sudah menunggu baru mendapat giliran menyerahkan persyaratan aplikasi pada pukul 14.00. Wow!

Saat berhadapan dengan petugas, perasaan saya was-was jangan-jangan barcode saya tidak terbaca. Jika demikian, penantian panjang dari pagi akan sia-sia sebab sang pelamar harus memulai lagi proses dari nol, yakni memulai dari aplikasi online. Sehari sebelumnya, barkode saya sudah saya kirim ke pihak Aminef-Fulbright. Mereka bilang kalau barcode saya tidak terbaca. Saya pun mengulang aplikasi lagi. Oleh sebab itu, saya khawatir kalau barcode saya masih juga belum dapat dibaca oleh sinar merah.
Untungnya, kali ini barcode saya tidak bermasalah. Setidaknya saya bisa bernafas lega untuk dapat memasuki tahap selanjutnya. Tapi sayang, kawan saya yang berasal dari Papua harus pulang lebih awal karena barcodenya tidak terdeteksi. Ia diminta untuk datang lagi esok hari.

Setelah tahap penyerahan aplikasi, saya dan kawan-kawan memasuki ruang pemeriksaan metal detector dengan X-ray persis seperti ketika masuk bandara. saya yakin saja kalau saya dapat melewatinya tanpa kendala. Tetapi apa yang terjadi? Saya diminta balik lagi untuk dicek ulang karena pintu keamanan itu mengeluarkan bunyi. Saya pun digeledah padahal saya tidak membawa apa-apa. Tas sudah diletakkan di meja pemeriksaan barang. Ternyata, mereka mendeteksi bahwa di sepatu saya ada lempengan besi yang dicurigai sebagai bahan berbahaya. O ya? Saya agak kaget. Akhirnya, sepatu saya harus dilepas untuk diperiksa secara khusus. Wow! Seumur-umur baru kali ini saya harus 'nyeker' saat melewati pintu detektor tersebut. Sungguh terlampau ketat!

Setelah semua dipastikan aman, saya dan kawan-kawan disilakan memasuki ruang wawancara. Di ruang ini, para eksekutor kedutaan melancarkan aksinya. Saya yang sudah kelelahan hanya duduk diam menunggu giliran. Tak lama kemudian, saya dipanggil untuk sidik jari, persis dengan proses pengurusan paspor. Lalu saya menunggu lagi untuk mendapat giliran wawancara. Awalnya, saya agak cemas tentang materi wawancara. Namun, karena saya sudah diberitahu bahwa isi wawancara adalah seputar kegiatan saya di negera tujuan, saya pun bisa lebih rileks. Saya lihat orang-orang yang diwawancarai, ada yang lancar, tetapi ada pula yang harus pulang dengan kecewa. Ketika selesai wawancara, ada dua kemungkinan: permohonan diterima atau ditolak. Jika diterima, paspor ditahan dan diberi kartu putih atau kuning. tetapi jika ditolak, paspor akan dikembalikan. Uang pendaftaran sebesar 1.400.000 harus rela melayang dan harus membayar dengan jumlah yang sama jika akan aplikasi lagi.

Saya melihat kawan-kawan saya dilayani dengan baik. Semuanya mendapatkan kartu putih. Itu berarti permohonan visa diterima dan tinggal mengambil visa pada tanggal yang tertera dalam kartu putih itu. Saya pun optimis ketika diwancarai kalau saya akan lolos dengan mudah. tetapi apa yang terjadi? Paspor saya ditahan dan saya diberi kartu kuning. Saya agak kaget, lho kok tidak sama dengan kawan-kawan saya yang sama-sama dipayungi oleh lembaga Beasiswa Fulbright yang notabene sangat prestisius itu? Saya baru sadar ketika saya bertanya kepada kawan-kawan, ternyata visa saya dipending alias harus melalui administrative process. Waktunya juga tidak jelas, bisa dua minggu, tiga minggu, sebulan atau bahkan bisa satu tahun. Inilah yang membuat saya agak shock. Harus berapa lama saya menanti? Padahal, saya sebenarnya harus sudah mengikuti Summer Program mulai tanggal 22 Juni. Nah, jika waktu tunggu melebihi batas waktu kontrak saya yang hanya sampai 9 Februari, apakah ini berarti perjuangan saya selama berbulan-bulan akan percuma begitu saja?

Mengapa visa saya harus dipending? Sejumlah analisis pun bermunculan. Menurut pengalaman kawan-kawan, visa dipending itu disebabkan oleh ketakutan Amerika kepada hal-hal yang berbau Islam. Mereka masih trauma dengan tragedi 11 September. Mereka seperti tidak begitu senang ketika kedatangan tamu dari negara-negara yang dicurigai sebagai sarang gerakan Islam fundamentalis yang sering dianggap sebagai pemicu tindakan terorisme. Indonesia, menurut mereka, termasuk dalam daftar hitam. Oleh sebab itu, para pelamar visa dari Indonesia, apalagi beragama Islam, tentu mendapat pengawalan ekstra-ketat agar tidak melakukan hal-hal yang mengancam keamanan negeri mereka. Nah, kebetulan saya berlatarbelakang Islam yang kental meskipun nama saya tidak ada berbau Arab sama sekali. Riset saya di Amerika juga terkait dengan filantropi Islam yang dicurigai sebagai pemasok dana gerakan terorisme. Jadi, akhirnya saya paham mengapa visa saya harus dikroscekkan dengan data dari departemen keamanan Amerika yang berada di Washington, jangan-jangan saya termasuk dalam jaringan al-Qaeda atau mantan tentara Afaganistan....(hehe)

Jujur saya agak sedih ketika nasib saya terkatung-katung antara bingung dan kecewa. Saya sudah terlanjur siap-siap untuk berangkat pada akhir bulan ini. Saya sudah melayangkan surat ijin cuti mengajar dan studi. Saya tidak tahu harus bagaimana menjelaskan status saya kepada orang-orang yang bertanya tentang keberangkatan saya ke Amerika. Mungkin, saya harus tegar untuk menyampaikan bahwa saya sedang bermasalah di pengurusan visa. Tatkala ternyata saya tidak mendapatkan visa, saya harus ikhlas untuk segera membuat rencana baru demi penyelesaian studi saya. Tak harus ke Amerika kan untuk sekedar penelitian?

Beberapa hari terakhir ini, saya seperti mendapat angin segar. Meskipun saya masih juga menunggu proses keluarnya visa yang tak jelas tanggalnya, saya dimotivasi oleh banyak pihak, seperti kawan Fubrighter lama dan promotor saya bahwa saya insya Allah pasti akan mendapat visa. Saya kemungkinan besar akan berangkat meskipun studi saya di Semarang telah usai. Ini artinya, durasi waktu yang telah ditetapkan Fubright mulai 22 Juni hingga 9 Februari masih bisa dijadwal ulang. Oleh sebab itu, saya harus tetap optimis untuk terus menjalankan aktifitas saya dalam proses penyelesaian studi seperti sediakala. Semoga pengalaman ini bermanfaat. Wa Allah a'lam.

Sabtu, 12 Juni 2010

LUAPAN HATI

Apa yang hendak kukatakan saat ini ketika tugas-tugas besar selesai?
Aku ingin berteriak...
Merdeka...merdeka...merdekaaaaaaaaaaaaaaaaaa.......!!!!
Ya...sebuah kemerdekaan sesaat

Tatkala pengurusan visa di Kedutaan Amerika yang menegangkan selesai diurus
Meski harus menyandang administrastive process status
Lalu ujian proposal disertasi yang menyeramkan berlangsung mulus
Judul penelitian diterima tanpa perubahan
Teknik penulisan tanpa kritikan
Alhamdulillaaaaaaaaaaaaahhhh......
Lelah rasanya, ingin tidur saja, tapi jelas tak bisa

Tak sia-sia banting-tulang siang-malam
Hati berdebar dan ketakutan yang mencekam
Berhari-hari berminggu-minggu berbulan-bulan
Putar-putar antar kota dalam angkutan
Kini berangsur-angsur mencair
Meskipun belum semuanya, namun sebagian besar sudah terlaksana

Kini tinggal kemas-kemas
Cari kendaraan angkut dan kardus bekas
Memperbaiki proposal yang masih butuh konsentrasi
Konsultasi dengan para penguji
Cari sana cari sini referensi
Namun paling tidak, hati sudah boleh gembira
Meski hanya sementara
Ya...lumayan plong rasanya

Aha...aku pasti akan rindu suasana tempat tinggalku di Semarang
Kumpul bersama di Jatisari Elok bersama para pejuang
Yang tak kenal lelah menegakkan panji-panji Islam
Dari dini hari hingga larut malam

Kawan-kawan solehku yang kucintai
Tak pernah ku berlabuh di ujung negeri
Seperti rasa banggaku bersama sahabat-sahabat Jatisari
Benar-benar sejatinya saripati

Akankah aku bisa bersua kembali
Menikmati hawa pagi yang teduh nan berseri
Bersama kalian wahai penawar hati
Kagumku pada kalian tak pernah mati

Salam ta'dzimku kupersembahkan untukmu!

Rabu, 09 Juni 2010

MENGURUS VISA AMERIKA

Visa merupakan surat ijin masuk ke negeri orang. Ketika seseorang ingin berkunjung ke luar negeri, apapun tujuannya, ia harus mengantongi visa di paspornya. Jika tidak, harapan untuk menikmati suasana lain di negara seberang hanya akan menjadi isapan jempol belaka meski bekal materi telah berjibun.

Mengurus visa dari satu negara ke negara lain tentu berbeda. Ada visa yang gampang sekali seperti visa masuk negara Asean, namun ada pula pengurusan visa yang sangat sulit dan seperti bermain judi, seperti bisa Amerika. Mengapa demikian? Warga negara yang tergabung dalam nota kesepahaman Asean telah memberikan jaminan kemudahan agar para warga mudah melakukan aktifitas di kawasan tersebut. Berbeda dengan Amerika, sejak luluhlantaknya gedung WTC, Amerika menerapkan prosedur pengamanan yang superketat agar negaranya tidak kecolongan lagi. Oleh sebab itu, para pemohon visa harus siap gigit jari jika berhadapan dengan konsular saat wawancara.

TABAH

Setiap hari kita sudah terbiasa untuk menata, membangun, dan mengejar impian. Berbagai usaha kita lakukan demi tercapainya cita-cita. Kita tentu ingin sehat, sukses, dan selamat. Kita berharap hidup kita bahagia, lahir dan batin, tidak kurang suatu apapun. Tetapi, siapa yang bisa menjamin bahwa jalan hidup ini lurus dan mulus? Bagaimana jika muncul halangan dan hambatan yang menyesakkan dada?

Reaksi pertama yang biasa dilakukan oleh kebanyakan orang tatkala impiannya terancam sirna adalah bersedih, menangis, dan mencari kambing hitam. Ia bisa mengumpat orang-orang sekitarnya yang tidak mendukung tercapainya harapan. Ia bahkan tidak segan memaki Tuhan yang dianggap tidak sayang dan telah begitu tega menyakitinya. Tuhan kini telah meninggalkannya.

Namun, apakah dengan begitu ia dapat menyelesaikan masalahnya? mengurung diri di kamar sambil menangis tersedu-sedu dan meratapi nasib ternyata tidak mengurangi luka hatinya akibat kegagalan. Justru, dengan 'ngambek' tidak shalat karena shalatnya tidak menjadikan hidupnya kian sukses malah akan memperburuk keadaan. Memang, kalau seseorang sedang mengalami kesedihan, jiwanya akan mudah goyah, kesadarannya terganggu, dan alur pikirnya terhambat. Ia hanya akan mengandalkan luapan emosi sesaat yang didukung kekuatan egonya. Alhasil, masalah kian runyam.

Jalan terbaik adalah bersandar kepada sang Pencipta. Mengapa malah menjauhi-Nya? Seseorang yang dirundung kesedihan lalu berusaha lari Tuhan sungguh telah melakukan kesalahan yang dapat berakibat fatal. Ia akan tersesat sejauh-jauhnya dan akan menyesal sedalam-dalamnya tanpa bisa kembali lagi, misalnya mabuk, menenggak racun, atau bahkan gantung diri, naubillah min dzalik. Ia anggap Tuhan telah mati, Tuhan tidak kuasa lagi membantunya, lalu untuk apa menyembah-Nya? Jalan pikiran cekak ini bisa menghinggapi hati siapa saja yang sedang kecewa, marah, dan trauma. Padahal, Allah SWT telah berfirman, "Allah sama sekali tidak pernah meninggalkanmu dan membencimu...(al-Dhuha:3)." Allah justru akan memberikan bantuan tepat pada waktunya dan Dia-lah yang Maha Tahu bagian terbaik bagi setiap hamba-Nya. Oleh sebab itu, ketika masalah datang menyapa, kita semestinya kian mengencangkan ikat pinggang untuk lebih giat beribadah memohon pertolongan kepada-Nya. Pertolongan Allah sesungguhnya begitu dekat untuk orang-orang yang beriman dan yakin akan kekuatan-Nya.

Kesimpulannya, hidup harus tetap berjalan. Tak ada jalan hidup yang selalu lebar dan lengang tetapi justru berkelok dan berliku. Drama hidup yang dinamis dan kadang melankolis merupakan ladang ujian bagi kita umat Islam yang beriman untuk mengetahui apakah kita termasuk pemilik tauhid emas atau loyang. Semoga, di sisa-sisa hidup ini, kita selalu sadar untuk selalu bersimpuh kepada zat yang Maha Perkasa agar hidup kita selalu berada di jalan-Nya. Amin. Wa Allah a'lam.

Selasa, 01 Juni 2010

BERGULAT DENGAN WAKTU

Waktu...
Sedemikian cepat berlalu
Pergantian siang malam
Pagi hingga petang
Cepat berubah


Aku tak tahu
Bisa berbuat apa
Hingga kini masih kosong
Padahal waktu terus bergulir
Tak mau kompromi

Waktu...
Andai aku bisa menghentikan sejenak
Sekedar bersandar dan menarik nafas
Memejamkan mata sekali saja
Agar pulih kembali jiwa raga

Ah...
Waktu bisa membunuh
Menggilas para pengabainya
Tanpa kasih sayang

Waktu...
Bergulat denganmu
Bersama aliran darah
Bersatu dengan keringat
Tanpa jeda, tanpa lelah
Hingga hembusan nafas terakhir

Introduction