Jumat, 02 Juli 2010

SEKILAS CERITA SAAT MASUK PORT ENTRY DI SAN FRANSISCO

Saat saya menginjakkan kaki di bumi Amerika, saya mulai khawatir akan sulitnya urusan imigrasi di Port entry, San Fransisco. Banyak berita beredar bahwa seorang pendatang dari negara yang masih dicurigai sebagai sarang teroris, termasuk Indonesia, akan dipersulit untuk meneruskan langkah ke proses selanjutnya. Saya yang sebelumnya sudah berstatus “pending visa” tentu wajar jika nantinya akan masuk daftar orang yang patut dicurigai. Meskipun begitu, mendarat setelah perjalanan panjang 6 jam dari Singapura ke Jepang, lalu 9 jam dari Jepang ke Amerika, saya harus tetap mengucap syukur karena telah selamat menyentuh bumi kembali. Badan yang lelah, mata yang sulit dipejamkan, hati yang berdebar, mengiringi tapak kaki untuk memasuki area imigrasi.

Petugas yang kebetulan lumayan ramah menyampaikan beberapa pertanyaan. Saya pun menjawab sejujurnya dengan energi yang tersisa. Saya harus diambil gambar dan sidik jari. Kemudian, sang petugas menyilakan saya untuk masuk ke ruang khusus untuk wawancara kedua. Ini ternyata persis dengan banyak cerita kawan bahwa saya tidak begitu saja langsung mengambil bagasi. Di ruang inilah, banyak kawan yang kemudian ketinggalan pesawat gara-gara prosesnya yang berbelit dan lama. Saya pun pasrah mengikuti prosedur ini.

Masuk ruang ‘secondary interview” saya diminta untuk mengisi formulir yang isinya berupa sejumlah pertanyaan tentang latar belakang keluarga, termasuk nama ayah, nama ibu, pekerjaan, dan kontak kawan di Amerika. Setelah semua lengkap saya diarahkan menuju ruang wawancara. Di sana ada dua petugas, satu perempuan dan satu laki-laki.Petugas yang memproses saya adalah petugas laki-laki yang namanya sulit saya lupakan, yakni Ngliyen, yang mirip dengan nama kecamatan tempat IAIN Walisongo berada, yakni Ngaliyan. Tentu saya tidak bisa tertawa tatkala menyadari hal itu. Saya harus konsentrasi menjawab sejumlah pertanyaan yang kemudian diluncurkan.

Peserta yang kebetulan hanya saya diminta maju untuk menjelaskan sejumlah dokumen dan formulir isian. Saya ditanya tentang banyak hal, seperti siapa yang mensponsori, berapa lama akan tinggal, apa yang akan dikerjakan, dan alamat tinggal.Tak lama kemudian, saya diminta untuk meletakkan jari telunjuk kanan untuk pengambilan sidik jari. Setelah itu saya diambil foto degan membawa berkas NSEERS yang diletakkan di dada. Setelah semua selesai, saya pikir, saya masih harus menjalani proses selanjutnya. Ternyata dokumen saya yang sudah disahkan diserahkan kembali dengan secarik kertas I-94 yang menerangkan bahwa saya boleh tinggal di Amerika sampai batas waktu yang ditentukan oleh pihak Fulbright. Wah, alhamdulillah, senangnya hati ini karena saya bisa melanjutkan perjalanan ke New York yang masih butuh 5 jam lagi dengan dua kali penerbangan, ke Chicago dulu, baru ke Buffalo New York. Tetapi, sudah terbayang bahwa saya akan lancar tanpa harus repot mengurus penerbangan yang tertunda. Saya langsung menuju Gate keberangkatan yang cukup jauh. Kaki sempat kram dibuatnya. Tapi tak masalah, saya sudah sah masuk Amerika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Introduction