Senin, 20 Desember 2010

AMERIKA PUN “LEGOWO” BELAJAR PERBANKAN SYARIAH KE INDONESIA

Minggu ini merupakan pekan terakhir kuliah musim gugur (fall semester) di kampus University of Iowa. Para mahasiswa sorak-sorai kegirangan karena mereka telah menyelesaikan studi yang cukup memeras energi sepanjang semester ini. Kini mereka siap-siap pulang kampung untuk menikmati perayaan natal dan tahun baru bersama keluarga di tengah hamparan salju yang kian menggunung. Mereka berharap mendapatkan White Christmas (Natal dalam Salju) tahun ini. Aku yang merupakan salah satu mahasiswa tamu di kampus unggulan itu juga merasa lega. Aku akan segera balik ke tanah air karena programku telah selesai. Kebetulan, aku mendapat beasiswa Fulbright untuk riset manajemen filantropi lembaga Islam Amerika selama enam bulan. Aku telah usai melakukan penelitian lapangan sekaligus penulisan laporannya. Sekarang aku akan lebih fokus untuk kemas-kemas barang sebelum terbang tiga minggu mendatang.

Siang kemarin aku mendapat undangan khusus dari pembimbing penelitianku, Prof Souaiaia, untuk makan siang bersama sekaligus sebagai momen perpisahan. Aku sangat antusias menyambut undangan itu karena kesempatan ini tentu sangat berharga. Selama ini, jujur aku belum pernah bercakap-cakap santai dengan beliau karena biasanya aku hanya datang menghadap untuk konsultasi tentang perkembangan penelitianku. Itu pun hanya satu kali dalam seminggu dengan durasi waktu maksimal 30 menit. Praktis aku tidak punya waktu untuk sekedar bertanya di luar konteks penelitianku.

Tepat pukul 1 siang, aku mengunjungi ruang kerja beliau dan disambut dengan senyum ramah. Kemudian kami pun berjalan beriringan menyusuri tangga untuk menuju restoran di depan kampus. Prof Souaiaia rupanya memilih rumah makan yang memiliki menu beragam agar aku bisa menentukan makanan sesuai seleraku. Beliau mengambil semangkuk sup kentang dan sepotong roti gandum sedangkan aku mengambil sepiring pasta macaroni dan salad buah. Kami pun mencari tempat duduk yang nyaman untuk berbincang santai.

Mengawali pembicaraan, aku menanyakan tentang riwayat akademik beliau sehingga sampai menjadi salah satu profesor terkemuka di Amerika. Satu demi satu peristiwa hidup beliau diungkap dengan gamblang di sela-sela nikmatnya makan siang. Pembicaraan terus berlanjut hingga aku menanyakan tentang rencana riset terbaru yang hendak beliau lakukan. Prof Souaiaia menjelaskan bahwa fokus beliau saat ini sedang tertuju pada upaya membantu penyelesaian krisis ekonomi Amerika melalui sistem Islam. Salah satu yang kini dipikirkan adalah tentang perbankan syariah.

Mendengar istilah perbankan syariah, aku menjadi semakin tertarik karena bidang itu juga salah satu minatku. Beliau menceritakan betapa masyarakat Amerika saat ini sedang didera persoalan rumit yang hingga kini belum ditemukan pemecahannya. Menurut beliau, hal ini lebih disebabkan oleh salah manajemen dalam pengelolaan dana yang berbasis bunga (interest). Penyakit ini hanya bisa disembuhkan dengan sistem syariah.

Imagine, Dirman, anak-anak yang baru lulus SMA sudah mempunyai hutang rata-rata sekitar 11.000 dolar. Itu bukan untuk persiapan masuk kuliah, melainkan uang tersebut digunakan untuk foya-foya seperti merokok, minum minuman keras, dan membeli barang elektronik. Mereka memang telah memperoleh hak untuk pinjam ke bank saat mereka mulai masuk SMA. Dengan demikian, mereka lambat-laun akan terlilit hutang dan sulit untuk mengembalikannya. Kamu tahu mengapa hal itu terjadi? Itu karena setiap cicilan yang kelak mereka bayarkan hanya akan melunasi bunga yang telah dan terus berlipat ganda. Oleh sebab itu, induk hutangnya akan sulit untuk terlunasi dalam waktu dekat. Pantas saja bila banyak orang yang hampir pensiun pun belum selesai juga mengangsur hutang-hutang mereka. Inilah buruknya sistem riba di negeri ini.” Penjelasan beliau tersebut semakin menguatkan informasi yang selama ini kudapatkan bahwa ketika seorang anak berusia 18 tahun, ia sudah lepas dari orang tua dan harus hidup mandiri. Berhubung ia tidak mendapatkan bantuan finansial dari orang tuanya, jalan satu-satunya adalah hutang ke bank yang memang dilegalkan dan tidak harus dilunasi dalam waktu dekat. Ia baru wajib mengembalikan pinjaman itu setelah bekerja. Wajar saja ketika mereka telah memiliki pekerjaan tetap, gajinya banyak dipotong untuk melunasi hutang tersebut hingga akhir hayat. Inilah kelemahan sistem riba yang kemudian berpeluang untuk dipenuhi oleh sistem perbankan Islam yang mengandalkan berbagi keuntungan dan kerugian (profit-loss sharing), bukan malah mencekik orang-orang yang sudah terlilit hutang.

Pertanyaan berikutnya, kemana beliau akan mendapatkan informasi valid tentang aplikasi perbankan syariah? Beliau merencanakan untuk melakukan penelitian awal tahun depan ke Bangladesh yang kabarnya telah melaksanakan sistem syariah dalam perbankan. Namun, beliau masih sanksi karena menurut informasi terakhir, sistem ini belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Kalaupun itu belum memuaskan, beliau akan mencari tempat penelitian alternatif ke negara Timur Tengah. Aku pun menyahut kegelisahan beliau dengan mengatakan, “Mengapa tidak ke Indonesia saja?”

Dengan agak kaget beliau bertanya, “Memang di Indonesia sudah diterapkan sistem syariah dalam perbankan? Bukankah Indonesia negara sekuler?” Aku pun menguraikan bahwa memang benar bahwa Indonesia bukan negara Islam. Namun, kaum Muslimin Indonesia yang merupakan mayoritas dan terbesar di dunia kini sangat peduli dengan keberadaan sistem Islam yang terbukti telah berhasil menyelamatkan perbankan bersistem syariah saat krisis ekonomi mendera. Hal inilah yang menjadi titik tolak berkembangnya perbankan Islam di Indonesia. Saat ini, menurut laporan Bank Indonesia bulan Oktober 2010, tidak kurang dari 20 bank konvensional telah membuka satu devisi atau unit usaha yang bergerak di bidang syariah sebagai salah satu respon terhadap tingginya minat masyarakat terhadap bank yang “halal”. Ada lebih dari 1600 kantor cabang yang melayani transaksi syariah. Jumlah ini meningkat tiga kali lipat dari angka 550 pada tahun 2005. Fatwa MUI yang mengharamkan bunga bank telah menjadi satu pemicu berduyun-duyunnya masyarakat untuk menikmati sarana perbankan yang aman dunia akhirat.

Mendengar penjelasanku, Prof Souaiaia mengernyitkan dahi setengah tak percaya. Ia seperti tersadar bahwa ada sebuah negara di luar kawasan Timur Tengah yang justru telah berhasil menerapkan perbankan syariah secara profesional. Sambil tersenyum beliau berkata,”Saya jadi tertarik dengan ulasanmu itu. Mungkin aku akan rubah lokasi penelitianku ke Indonesia. Tapi aku tidak paham bahasa Indonesia. Kamu siap membantuku, kan?” Tanya beliau. Tanpa ragu aku menjawab, “Sure, Prof, dengan senang hati. Perbankan Islam merupakan salah satu minat saya karena saya mengajar di jurusan ekonomi Islam.” “Wah, kebetulan. Kalau begitu aku akan memastikan lokasi penelitianku di Indonesia dan akan memasukkan kamu sebagai salah satu timku. Gimana, setuju?” tegas Prof Souaiaia. Begitu mudahnya beliau pindah haluan untuk mengganti lokasi penelitian perbankan syariah, dari Bangladesh ke Indonesia. Subhanallah. “Baik, Prof. Saya sangat senang bila saya bisa membantu untuk pengumpulan data nanti. Sepulang ke Indonesia, saya akan mengumpulkan sumber-sumber informasi yang relevan tentang perbankan syariah dan akan saya kirimkan ke Bapak!” “Oke, saya lega sekarang, saya yakin dengan penelitian kita nanti, pemerintah Amerika akan mempertimbangkan sistem Islam dalam penataan ekonominya sehingga krisis ekonomi yang berkepanjangan ini akan segera berakhir. Saya sebagai orang Amerika bertanggung jawab untuk memberikan salah satu alternatif penyelesaian bangsa ini." Demikian kalimat beliau menutup makan siang kami.

Aku gembira sekali ternyata bincang-bincang santai itu menghasilkan sebuah gagasan besar penerapan perbankan syariah di negara semaju Amerika. Semoga rencana ini dapat berjalan dengan baik sehingga pengalalaman Indonesia dalam mengawal perbankan syariah dapat diimplementasikan di manapun, termasuk di negara super power itu. Amin.

2 komentar:

  1. Alhamulillah tadz, semoga rencana tersebut terealisasi sehingga bertambah lg orang Amerika yang mengenal islam sebagai rahmatanlilalamin, bukan sumber terorisme

    BalasHapus
  2. Amin...mohon doanya Mas Da'i...semoga maqbul...amin

    BalasHapus

Introduction