Selasa, 08 Maret 2011

NAPAK TILAS KE MAKAM MBAH MARIDJAN

Kemarin pagi, aku punya acara penting di Klaten. Sejak Minggu malam, aku berangkat bersama rombongan satu mobil dari Malang untuk belajar secara langsung ke PT Kepurun Pawana Indonesia (KPI) yang lokasinya hanya 14 km dari puncak gunung Merapi. Perusahaan yang bergerak di bidang agrobisnis ini sempat tutup satu bulan tatkala Merapi menyemburkan asap tebalnya. Walau tidak parah terkena imbas musibah alam itu, PT KPI sempat mengungsikan puluhan sapi dan hewan ternak lainnya ke tempat yang lebih aman. Ikan dan angsa yang tak sempat dievakuasi harus tewas diterjang awan panas dan abu beracun. Namun, saat ini, kondisi perusahaan itu sudah pulih kembali.

Kami keliling menikmati alam sejuk di kaki gunung itu. Tanaman organik menghijau dan hewan ternak yang sehat membuat kami betah berlama-lama di PT KPI itu. Aneka tanaman dalam pot yang tersusun ke atas menginspirasiku untuk membuatnya di pekarangan rumah. Daripada ditumbuhi rumput dan bunga liar, alangkah baiknya jika aku bisa menanam sayuran atau tanaman sehat tanpa pupuk kimia di halaman rumah. Nantinya, aku bisa memetik dedaunan untuk lauk tanpa mengeluarkan biaya. Asyik, bukan?

Nah, setelah puas melakukan observasi dan diskusi sambil jalan, aku dan kawan-kawan diajak untuk mengunjungi kawasan korban Merapi. Kami diantar menaiki gunung hingga tampak dekat sekali gunung Merapi itu. Sebelum sampai di kaki gunung, terhampar olehku pemandangan yang tak lazim. Ribuan pepohonan tumbang dengan warna kehitaman akibat terbakar saat wedus gembel turun. Pohon kelapa yang gundul, pohon bambu yang berserakan, serta serpihan bangunan rumah terhampar di mana-mana. Aku tak bisa membayangkan betapa dasyatnya peristiwa alam itu. Aku yakin orang-orang yang berada di sekitar gunung berapi itu pasti sangat panik ketika awan panas menimpa mereka. Kata kawan dari PT KPI, penduduk yang berada tepat di kaki gunung sudah lama mengungsi sehingga mereka aman. Namun, justru korban banyak berjatuhan dari kawasan yang diperkirakan tidak terkena musibah.

Saat ini puluhan rumah semi permanen dibangun di sekitar gunung. Para warga korban Merapi bisa tinggal di rumah bambu itu selama dua tahun dan mendapat bantuan berupa 15 kg beras dan uang lauk sebesar 5 ribu per orang. Uang tersebut nampaknya hanya bisa mengganjal perut demi bertahan hidup. Adapun kebutuhan sandang dan peralatan keluarga bisa jadi sulit dipenuhi. Sedih nian kehidupan mereka. Harta benda yang hilang musnah ditelan lahar panas tak ada yang bisa diselamatkan. Begitulah kisah sedih dari dua kampung telah rata dengan tanah.

Di tengah keharuan itu, kami ditunjukkan sebuah lokasi yang menyimpan keharuan mendalam. Tempat itu adalah makam Mbah Maridjan. Hampir semua orang di penjuru tanah air mengenal sosok penunggu Merapi ini. Keberaniannya sempat menjadi buah bibir di sepanjang tahun 2010. Kematiannya tanggal 26 Oktober 2010 menggegerkan masyarakat karena beliau meninggal dalam keadaan sujud setelah tersambar wedus gembel. Seminggu kemudian, Merapi meletus lebih dasyat lagi sehingga banyak korban yang berjatuhan. Makam Mbah Marijan sendiri yang berada di sekitar gunung itu sempat dipenuhi abu panas sehingga nisannya yang terbuat dari kayu pun kelihatan agak kehitaman gosong.

Makam Mbah Maridjan sangat sederhana. Kukira makam beliau ditempatkan di lokasi khusus karena beliau adalah salah satu abdi dalem. Ternyata tidak, makam tokoh iklan yang terkenal dengan kata “Rosa” itu dikebumikan di tempat pemakaman umum dan kondisinya “sangat biasa” untuk seorang tokoh sekaliber beliau. Bahkan kuburan itu lebih biasa dari beberapa makam di sekitarnya. Tak ada bangunan nisan panjang di atasnya. Makamnya hanyalah tanah dengan tinggi sejengkal dan dua buah kayu penanda di kedua ujungnya. Ada dua kendi besar yang berada di sekitar nisan. Aneka bunga yang mulai layu masih banyak ditemukan di atas makamnya. Hal ini menunjukkan bahwa banyak pengunjung yang sempat berziarah ke makam tersebut beberapa hari ini.

Apa yang bisa kita petik dari Mbah Mardjan? Salah satunya adalah kesederhanaan. Mbah Maridjan adalah sosok manusia yang tak mabuk oleh popularitas. Banyak orang yang menganggapnya sebagai orang “pintar.” Keahlian ruhaninya sebagai juru kunci telah membuatnya “berhasil” meredam gunung Merapi yang tidak jadi meletus tahun 2006. Beliau tetap tidak mau beranjak untuk “menjaga” gunung hingga akhir hayatnya. Kebersahajaan Mbah Marijan hingga kini masih terpancar melalui makamnya yang sama sekali tak mewah. Ini adalah sebuah pesan moral yang agung bagi generasi masa kini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Introduction