Selasa, 11 Desember 2012

MIMPI EL-ZAWA: BANK ZAKAT DAN ORPHAN-ONE STOP SERVICE

Hidup adalah mimpi. Agar hidup semakin hidup, manusia perlu membangun mimpi. Tanpa mimpi, berarti mati. Begitu pula eL-Zawa, di usianya yang keenam, eL-Zawa terus beranjak dari satu mimpi ke mimpi lainnya. Mimpi besarnya yang baru saja terwujud adalah pameran produk UMKM binaan eL-Zawa yang tersebar di segenap wilayah Malang Raya. Tujuan dasar pameran ini adalah untuk memberikan bukti bahwa dana zakat yang dikelola secara produktif, tidak hanya memberikan manfaat sesaat bagi para mustahiq, tetapi telah memandirikan mereka untuk bisa hidup layak tanpa terbelit hutang rentenir dan tanpa membebani orang lain.
Beberapa peserta pameran adalah orang-orang yang terselamatkan oleh program Qardhul Hasan eL-Zawa benar-benar murni syariah. Program pembiayaan tanpa bunga ini sangat dirasakan manfaatnya oleh para pedagang yang menjadi nasabah eL-Zawa. Sebut saja, Mas Saiful yang dulunya hanya jualan kripik singkong dan kripik belut di wilayah Sumber Pucung, kini sudah berhasil mengembangkan usaha itu ke wilayah Malang Raya dan bahkan hingga Pasuruan. Usahanya pun kian variatif. Hasil simpanannya dapat digunakan untuk membuka usaha baru berupa es campur di dekat pom bensin yang sangat laris. Tidak jauh beda dengan mas Syaiful, Pak Adi yang dulunya hanya sebagai pengepul peralatan pertanian, kini dengan dana pinjaman dari eL-Zawa, ia bisa membuat pandai sendiri sehingga ia mampu memproduksi berbagai alat pertanian dengan harga lebih murah. Sekarang, jaringan usahanya sudah melewati batas wilayah Jawa Timur, bahkan hingga ke pulau Sumatra.Itulah beberapa bukti konkrit suksesnya pembinaan UMKM yang telah dilakukan eL-Zawa.
Ke depan, eL-Zawa bermimpi akan membuka gerai eL-Zawa di luar kampus yang dikhususkan bagi para mustahiq. Program ini sesungguhkan merupakan kelanjutan dari berbagai program BMT yang sekarang ini ada namun masih terbatas jangkauannya. Kelak, ketika BMT ini sudah mempunyai beberapa kantor layanan di luar kampus, manfaat zakat sebagai modal pemberdayaan masyarakat akan semakin terasa.
Mimpi lainnya adalah dibentukkan orphan-one stop service. Program ini dirancang untuk memberikan pelayanan lebih kepada anak-anak yatim unggul yang dimiliki eL-Zawa. Saat ini, eL-Zawa memiliki 46 anak yatim rumahan yang mendapat bantuan pendidikan setiap bulan, layanan pendampingan, dan wisata liburan sekolah. Ke depan, program yatim ini akan dipoles menjadi program utama dengan mencarikan orang tua asuh bagi para yatim. Kelak, anak yatim tersebut akan dipertemukan dengan orang tua asuh mereka sehingga akan ada komunikasi intensif antara anak yatim dan orang tua asuhnya. Para orang tua asuh ini berhak menerima informasi seputar anak yatim itu, seperti hasil ujian/rapor, kondisi kesehatan, hingga kehidupan sehari-harinya. Pendeknya, anak yatim unggul akan merasakan kasih sayang dari orang tua barunya melalui program orphan-one stop service ini.
Mimpi-mimpi ini perlu terus dipupuk dan semoga menjadi kenyataan, tentunya atas dukungan semua pihak, termasuk para pejabat kampus dan para donatur yang telah mempercayakan dana sosialnya ke eL-Zawa. Insya Allah.

Selasa, 27 November 2012

pemimpin yang didambakan

Hari ini aku mendapat wejangan menarik dari rektor. Aku tak menyangka kalau pak rektor begitu santai menceritakan pengalamannya yang sangat banyak tentang kepemimpinan. Menurut beliau seorang pemimpin harus memiliki watak yang dicontohkan oleh rasulullah. Di antaranya adalah cerdas, pandai mengemban amanat,jujur, dipertanggung jawab.

Sabtu, 17 November 2012

INTERNATIONAL WORKSHOP ON ZAKAH AND WAQF

Minggu ini ada tugas dadakan yang kujalani. Hari Selasa pagi (13/11), aku mendapat telepon bahwa aku ditunjuk Dekan untuk berangkat ke Surabaya untuk mengikuti Workshop Internasional tentang Zakat dan Wakaf di Hotel Singgasana. Kegiatan yang diselenggarakan oleh IAIN Sunan Ampel yang berakhir pada kamis (15/11) ini menghadirkan sejumlah narasumber internasional, seperti dari Saudi Arabia, Mesir, dan Malaysia. Sejumlah tokoh nasional yang sangat kompeten di bidangnya pun turut menyemarakkan acara tersebut. Prof Didin Hafidhuddin (Ketua Umum BAZNAS), Prof Tolchah Hasan (Ketua Umum BWI), dan Dr. Ahmad Juwaini (Direktur Eksekutif Dompet Dhuafa) memberikan pencerahan bagi segenap peserta yang datang dari segenap penjuru tanah air. Aku turut gembira karena dapat berpartisipasi aktif dalam acara workshop tersebut.


KANKER ITU MEMBAWA MBAK MAR PERGI SELAMANYA


 Senin, 5 November 2012, keluarga besar UIN Maliki Malang berduka. Salah satu karyawan setianya, Mbak Maryani, meninggal dunia pukul 03.00 dinihari. Mbak Mar--demikian panggilan akrabnya--adalah salah satu karyawan yang bertugas di bagian umum. Sehari-hari, ia biasanya melakukan tugas membantu merapikan administrasi di meja resepsionis. Banyak pegawai yang sangat terkesan ketika Mbak Maryani bertugas untuk membuatkan minuman bagi seluruh karyawan yang bekerja di kantor Rektorat, gedung Ir Soekarno. Senyumnya yang ramah dan sikapnya yang santun membuat salah satu Customer eL-Zawa ini disukai oleh para koleganya. Ia tergolong karyawan yang istiqamah dalam menjalankan tugasnya.
Sayangnya, sejak bulan Juli 2012, Mbak Mar diidentifikasi menderita penyakit kanker. Segenap upaya pengobatan telah dilakukan. Sudah beberapa kali ia harus mondar-mandir ke dokter dan beberapa hari menginap di rumah sakit. Dalam masa pengobatan, eL-Zawa sebagai salah satu unit kampus yang diberi amanah mengelola dana ZIS pernah membantunya untuk menebus obat. Belakangan, Mbak Mar dikabarkan lebih memilih pengobatan alternatif setelah pengobatan medis tak kunjung memberikan kesembuhan. Namun, apa mau dikata, Allah SWT berkehendak lain dengan memanggilnya lebih cepat di saat usia masih 43 tahun.
Semoga, Mbak Mar diampuni segala dosanya dan  mendapat tempat terbaik di sisi-Nya. Amin.

Senin, 05 November 2012

PENGALAMAN MENYERAHKAN PENGANTIN

Minggu lalu aku punya pengalaman yang unik. Aku diberi amanah untuk menjadi wakil dari salah satu warga yang menikahkan anak laki-lakinya dengan seorang perempuan asal Banyuwangi. Jauh-jauh hari, aku sudah dipesan untuk mengosongkan kegiatan tanggal 30 Oktober. Untungnya, setelah aku cek, ternyata tanggal 30 Oktober adalah hari Selasa dan merupakan hari ujian UTS bagi seluruh mahasiswa. Alhasil, aku tidak harus masuk kelas karena biasanya ada petugas khusus fakultas yang ditunjuk mendampingi mahasiswa. Aku yang sebenarnya merasa belum pantas menerima amanah ini akhirnya menyatakan kesanggupan untuk bisa ikut serta rombongan ke Banyuwangi.

Tepat pukul 4.30 pagi, aku bersama rombongan keluarga besar pak Madi berangkat ke Banyuwangi menggunakan bis besar. Perjalanan cukup melelahkan, setidaknya butuh waktu 7-8 jam untuk mencapai Banyuwangi. Kami akirnya sampai di rumah calon pengantin wanita pukul 12.00 dan langsung mengikuti proses akad nikah dan resepsi walimahan. Dalam upacara walimahan itulah, aku harus melaksanakan tugas pertama seumur hidup mewakili keluarga untuk menyerahkan pengantin pria kepada keluarga pengantin pria. Alhamdulillah, meskipun agak deg-degan, amanah itu berhasil kulaksanakan dengan baik. Ya, pengalaman pertama yang cukup menegangkan syaraf. Aku bersyukur bisa menyampaikan beberapa informansi yang dipesan oleh pemberi amanah, seperti mengundang keluarga pengantin wanita untuk datang ke acara syukuran pengantin pria pada tanggal 3 November. Bagiku, aku sangat gembira karena usai sudah tugasku.

Pukul 15.00, kami mohon pamit. Bis meluncur ke Malang dan baru sampai rumah pukul 24.00 malam. Aku sangat lelah meskipun hatiku gembira. Paginya, Rabu 31 Oktober, aku langsung beraktifitas seperti sediakala.
 Hari Kamis, 1 November, pak Madi mendatangiku untuk meminta kesedianku kembali untuk menerima pengantin wanita pada upacara tasyakuran tanggal 3 November di Malang. Wah, berhubung tanggal 3 aku dapat jadwal ceramah di masjid UIN, aku menolak permintaan itu denga halus. Menurutku, pak Madi akan dengan mudah meminta bantuan tokoh-tokoh masyarakat untuk mewakilinya. Tapi, pada tanggal 3 Nov itu, tokoh yang katanya siap menggantikanku tidak bisa hadir. Terpaksa, aku harus tampil ke depan lagi. Acara kampus sedikit kuabaikan demi menjaga perasaan tetanggaku.Alhamdulillah, untuk yang kedua kali, aku bisa menjalankan tugasku dengan baik. Meskipun aku masih anak bau kencur. ternyata masyarakat sekitarku menanggapku sudah layak tampil memerankan tokoh yang dituakan alias sesepuh. Hahaha, ternyata aku sudah tua ya...hehehe

Sabtu, 03 November 2012

Nasib Tragis Penghuni Kontrakan yang Meninggal Mendadak

Sebagai orang yang pernah ngontrak, aku bisa sangat paham seluk beluk seorang “kontraktor” alias penyewa rumah kontrakan. Tidak kurang dari 10 tahun aku menghuni rumah yang kubayar uang sewanya setiap tahun. Sebagai penyewa, statusku di masyarakat sering dianggap kurang jelas. Ketika ada kegiatan warga, aku sering ditinggalkan. Di saat aku ikut nimbrung, mereka juga agak acuh tak acuh. Kehadiranku sering dianggap angin lalu. Hal ini berubah 180 derajat ketika aku tidak lagi sebagai penyewa rumah di lingkungan itu.

Cerita yang akan kuungkap ini bukan pengalaman pribadiku, tetapi peristiwa penghuni kontrakan yang berada di kampungku sekarang, sebut saja Rio. Awal kisahnya, kemarin lusa pagi, aku diberi tahu oleh salah satu tetangga bahwa salah satu penghuni kontrakan di dekat sungai kampung meninggal dunia pada malam sebelumnya. Hampir semua tetangga tidak ada yang mengenal Rio. Maklum, selama ini Rio tergolong tertutup dan jarang mau bergaul dengan masyarakat. Keluarga Rio terdiri dari  Rio, istrinya dan ibunya yang sudah  tua. Pasangan muda itu setiap hari bekerja dari pagi hingga malam sedangkan sang ibu sering ditinggal sendirian di rumah. Karena sibuk bekerja, keduanya enggan bergabung dengan kegiatan warga, seperti arisan atau tahlilan. Ketika sang ibu meninggal dunia, Rio panik. Tak seorang pun tetangganya yang ia kenal dan ia bingung harus berbuat apa. Bila ia akan menbawa jenazah ibunya ke kampung halamannya, biaya tentunya sangat tinggi dan waktu tempuh yang sangat lama. Akhirnya, Rio memberanikan diri untuk meminta tolong tetangga sebelahnya untuk membantu menyelesaikan masalahnya.

Langkah pertama yang dilakukan Rio adalah menghubungi saudaranya yang tinggal di Jawa Barat. Lalu, ia mencoba menghubungi ketua RW untuk meminta ijin pemakaman sang ibu. Karena ia bukan penduduk setempat, sesuai dengn aturan kampung, ia ditolak oleh pak RW memakamkan di wilayah tersebut. Ia harus membawa pergi jenazah ibunya ke tempat asal atau ke kampung lain yang bisa menerimanya. Sedih nian nasibnya. Sudah dirundung musibah, diusir pula.

Untungnya, di kala duka semakin dalam, datanglah tokoh masyarakat yang meminta dispensasi kepada pak RW agar Rio diperkenankan memakamkan ibunya di kampung itu. Alasannya tentu atas nama kemanusiaan dan sebagai gantinya Rio harus memberikan biaya pemakaman sepantasnya. Setelah pak RW berdiskusi dengan beberapa tokoh lain, akhirnya diputuskan bahwa bila Rio tetap mau memakamkan ibunya di kampung ibu, ia harus membayar biaya Rp. 1,5 juta.  Biaya itu sebenarnya sebagai sebuah bentuk kompensasi bagi jasad yang dimakamkan di wilayah yang tidak mengakuinya sebagai warga penuh.Aku membayangkan, Rio bagai jatuh tertimpa tangga. Tapi, akhirnya Rio menyetujui untuk membayar biaya tersebut daripada harus mencari lokasi lain yang belum tentu ia peroleh dalam waktu dekat. Biaya jelas akan semakin membengkan bila ia harus membawa pulang jasad ibunya ke kampung halamannya yang sangat jauh.

Kesedihan Rio ternyata tidak hanya sampai di situ. Saat upacara pemakaman, tak banyak orang yang mau meluangkan waktu untuk sekedar menghormati pemberangkatan jenazah. Hanya sedikit orang yang melauangkan waktu bertakziyah. Bagi mereka, duka yang dirasakan Rio merupakan salah satu akibat dari sikapnya yang tidak mau bergaul dengan masyarakat sekitarnya.

Hari ini, dua hari setelah pemakaman itu, Rio dan istrinya telah mengosongkan kontrakannya. Entahlah, mungkin ia sedih atas nasibnya yang kurang beruntung atau ia ingin menenangkan diri sejenak di tempat barunya. Beberapa kawannya yang datang hendak menghiburnya terpaksa pulang dengan kecewa. Inilah sebuah kisah yang memilukan yang aku rekam hari ini. Semoga kejadian ini dapat menjadi inspirasi bagi kita untuk dapat menempatkan diri secara tepat di tengah kehidupan bermasyarakat yang beraneka ragam.

Kamis, 01 November 2012

INTERNET, SMARTPHONE, DAN PERGAULAN BEBAS

Hampir semua orang yang sudah pernah menjelajahi dunia internet pasti merasakan manfaatnya yang luar biasa. Sebelum adanya internet, informasi begitu sulit didapat dan kalaupun bisa masih perlu usaha keras dan biaya yang cukup tinggi. Sebagai akademisi, saya mengakui bahwa pekerjaan saya sangat terbantu dengan adanya internet. Saya sering mencari informasi tentang berbagai hal yang berkaitan dengan profesi dan keahlian saya. Buku-buku, jurnal, artikel, dan tulisan-tulisan lepas banyak bertebaran di dunia maya yang dilengkapi gambar full color. Belanja online, pesan tiket hingga komunikasi langsung via webcame sudah menjadi menu harian yang tak asing bagi banyak orang. Jagat hiburan pun mudah didapat dan gratis pula melalui game online maupun situs penyedia film. Pendeknya, internet bukan hal asing dan kian menjadi kebutuhan pokok di era globalisasi ini.
Akses internet kini semakin mudah dan murah. Dulu, seseorang yang ingin mengakses internet harus berjalan dulu ke warnet dan dengan sabar menghadapi antrian panjang dan biaya yang cukup mahal. Kini, telah hadir ponsel pintar atau smartphone dengan harga kacang goreng yang dapat ditemukan di mana-mana. Banjirnya produk-produk luar negeri yang murah meriah menyebabkan telepon genggam sudah biasa dikonsumsi anak-anak pra sekolah sekalipun. Telepon rumah banyak yang diputus dan beralih ke telepon mobile. Internet pun tidak kalah seru. Hampir setiap telepon telah dilengkapi gadget untuk akses internet. Tawaran bonus dari provider semakin memanjakan para netter. Akhirnya, akses informasi semakin mudah dan sangat murah.
Permasalahannya kemudian, apakah teknologi canggih itu hanya memberikan dampak positif saja? Ternyata tidak. Kemajuan teknologi selalu bersifat value free. Ia bersifat netral dan dapat digunakan untuk apa saja tergantung si pemiliknya. Dulu, sebelum adanya televisi, pro kontra hadirnya teknologi gambar jarak jauh itu kerap muncul dan bahkan hingga sekarang. Begitu pula saat internet menjadi tren gaya hidup manusia modern. Perbedaan pendapat selalu saja bermunculan. Permasalahannya adalah apakah semua orang akan menyikapi perkembangan teknologi itu dengan baik dan akan memanfaatkan semua fasilitas itu untuk kebaikan hidup? Pasti jawabnya sangat klasik: tergantung orangnya.
Internet yang kini dengan mudah dapat diakses via ponsel pintar telah banyak membuat resah banyak kalangan. Setidaknya penelitian dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika  pada 2011 yang melibatkan 1.800 pelajar di Los Angeles berusia 12-18 menunukkan bahwa smartphone dapat memicu pergaulan bebas para remaja (www.kompas.com, 31 Okt 2012). Mereka bisa mencari pasangan via internet dan melakukan pergaulan bebas tanpa ikatan pernikahan. Miris bukan?
Menurut saya, smartphone bagi orang dewasa sangat bermanfaat. Tetapi, bila disalahgunakan oleh mereka yang belum dewasa dan hanya mencari kesenangan belaka, maka internet yang diakses melalui ponsel pintar dapat memicu kriminalitas baru seperti perdagangan anak, penipuan, dan pergaulan bebas. Anak-anak yang hidup di pedesaan tak kalah mahirnya menggunakan smartphone. Kasus hamil di luar nikah tak jarang diawali dengan komunikasi via telepon dengan orang tak dikenal dan informasi-informasi tanpa sensor yang dapat diakses via handphone di dalam kamar tertutup. Bonus pulsa dan internet gratis semakin menyuburkan perilaku negatif bagi orang-orang yang tak dapat menguasai hawa nafsunya. Prihatin memang, tapi sekali lagi ini merupakan tantangan untuk anak-anak kita dan generasi penerus bangsa yang harus siap mental menghadapi arus informasi yang kian menggila tanpa batas.
Untuk mengantisipasi hal ini, saya mempunyai beberapa usulan. Pertama, hendaklah orang tua selalu menjalin komunikasi dengan anak-anak sambil menjelaskan plus minus smartphone. Banyak orang tua yang malu ketika anaknya dibilang anak jadul karena teleponnya tidak ada video atau akses internet. Bagi saya, handphone bagi anak remaja masih sebatas berfungsi untuk alat komunikasi. Jadi, jika mereka ingin mengakses internet cukup melalui komputer yang ada di ruang terbuka yang dapat dikontrol oleh orang tua.
Kedua, pendidikan agama telah terbukti menjadi filter mujarab bagi anak-anak agar mereka memiliki rasa bersalah ketika melakukan perbuatan buruk. Perasaan selalu diawasi oleh zat yang maha agung dan  adanya pertanggungjawaban atas segala perbuatan kelak di akhirat layak untuk ditanamkan sejak dini. Meskipun ini terdengar klise, tapi bagi saya tak ada yang bisa mengatur diri seseorang kecuali dirinya sendiri. Sebanyak apapun pengawasan, sesering apapun nasehat, kalau tidak dibarengi dengan kesadaran robbani kehidupan ini akan semakin hancur. Tidak hanya dalam hal akses internet yang tidak sehat, kehidupan ini secara luas juga akan rusak bisa manusia hanya mengikuti hawa nafsunya yang cenderung mengajak kepada keburukan. Korups misalnya akan tetap tumbuh subur selama manusia tidak memiliki kesadaran robbani. Jadi, pendidikan agama yang mengajarkan budi pekerti luhur tetap masih nomor satu untuk perbaikan moralitas dalam kehidupan.
Demikian, sekilas unek-unek senja yang cukup menggundahkan saya. Semoga ada manfaatnya. Salam hangat!

PERJUANGAN ITU PERLU KETABAHAN, KAWAN!

Pagi ini aku punya pengalaman menarik. Selepas jamaah Subuh, aku sempat berbincang dengan salah satu tokoh masyarakat yang cukup berpengaruh di kampungku. Beliau adalah Haji Muslimin, pendiri mushalla Radhatul Jannah dekat rumahku. Sebenarnya, aku sering punya waktu bercengkerama dengan beliau, tetapi kali ini agak lain. Tadi pagi aku mendengarkan ulasan perjuangan beliau dalam membina keagamaan masyarakat Gasek yang dulunya terkenal sebagai masyarakat abangan.  Mabuk, judi, maling, adu ayam, hingga kumpul kebo dapat ditemukan di daerah ini. Pendeknya, agama adalah kebutuhan nomor buncit. Tradisi Hindu Budha masih sangat kental. Salah satu buktinya adalah berdirinya Candi Badut yang sampai hari ini tetap dilestarikan sebagai tanda peninggalan bersejarah.

Haji Muslimin sudah berusia lanjut. Cucunya sudah banyak dan secara fisik sudah perlu istirahat. Di masa muda, beliau terkenal sebagai orang paling kaya di desanya dengan usaha di bidang konstruksi bangunan (kontraktor). Tidak kurang dari tiga kali beliau berkunjung ke tanah suci. Seluruh anaknya telah dihajikan. Tanahnya tersebar di mana-mana. Tak sedikit dari tanahnya yang diwakafkan, termasuk seribu meter tanah diwakafkan untuk lokasi pondok pesantren Sabilurrasyad yang ada di sebelah barat desa. Meskipun begitu, beliau mengakui bahwa pengetahuan agamanya sangat terbatas. Beliau tidak sempat mendalami agama karena sibuk mengejar dunia. Tapi kini, di saat usianya menjelang senja, ibadahnya begitu intensif. Berbagai kegiatan agama dihadirinya. Perjuangan untuk memberikan nuansa religius di kampungnya dilakukannya dengan serius, sambil menggandeng beberapa tokoh agama yang memiliki kesungguhan berjuang. Kini, tidak kurang dari tiga pondok pesantren yang bermunculan di desa Gasek dan suasana keagamaan terasa begitu kental.

Bagaimana liku-liku perjuangan beliau hingga sukses seperti hari ini? salah satu kuncinya adalah pantang menyerah dan tidak mudah putus asa. Pergesekan antar tokoh masyarakat yang memiliki kepentingan berbeda acap kali terjadi. Kasus yang terakhir adalah saat masjid kampung direnovasi. Masjid yang dimaksud adalah masjid Hidayatul Khair yang berada di tengah-tengah kampung. Perbedaan itu antara lain saat melakukan perombakan atap dan pendirian beberapa bangunan di sekitar masjid yang digunakan untuk kegiatan diniyah. Haji Muslimin yang tergolong sesepuh masyarakat sering tidak diajak diskusi tentang renovasi itu. Begitu pula, dalam beberapa kasus, pendapatnya tidak diindahkan oleh takmir yang dulu diangkatnya. Pendek kata, perjuangan itu butuh kesabaran, termasuk kemampuan menahan diri ketika tidak lagi dianggap lagi sebagai orang penting yang punya otoritas. Kalau beliau mau, tentunya segala bantuan finansial yang selama ini diberikan untuk pembangunan  masjid akan ditariknya atau beliau tidak mau lagi terlibat aktif memikirkan masjid. Namun tidak bagi haji Muslimin. Meskipun orang-orang muda yang kini menguasai kehidupan keagamaan termasuk masjid tidak lagi mengubris ucapannya, ia tetap teguh untuk terus berjuang demi tegakkan ajaran Islam di kampungnya. Luar biasa, bukan?

Rabu, 31 Oktober 2012

SI UNTUNG

Sedih nian nasib si Untung. Jalan hidupnya tak semujur namanya. Si Untung harus bekerja keras dari pagi hingga petang demi menyambung hidupnya. Hari-harinya dihiasi dengan peluh keringat berjatuhan. Tubuhnya kurus selangsing penghasilannya. Kadang ia mengeluh tapi sesegera mungkin ditepisnya. Ia sadar bahwa dirinya hanyalah seorang kuli. Kuli tidak pernah kuliah. Ilmunya yang pendek dan cekak tak dapat menghantarnya menjadi orang gedongan yang tinggal sebut saja apa maunya langsung berduyun-duyun dayang menghampirinya dengan sejuta suguhan. Untung harus menghela napas panjang ketika ia tak bisa berbuat sesuka hatinya. Kuli hanya jadi pesuruh. Ia harus nurut majikannya bila diminta ke sana kemari. Meski ia sudah mengerjakan segala sesuatunya dengan baik, masih saja salah. Ia harus kebal telingan ketika sang tuan mengumpatnya dan memaki dengan segenap sumpah serapahnya. Sedih memang, tapi itu sudah surataN takdir yang harus dijalani.
 Untung sering merenung. Adakah manusia di muka bumi yang lebih buruk nasibnya? Dengan cepat ia bilang bahwa banyak orang yang hidupnya lebih parah dari dirinya. ia masih bisa mengucap hamdalah meski hidupnya kembang kempis sementara berjuta orang yang lupa siapa pemberi rezeki melimpah padanya. Ia masih punya keyakinan yang kokoh atas keadilan tuhan. Ia berpegang teguh pada nasehat pak Yai kampungnya bahwa manusia kalau mau punya duit, harus ber-DUIT. Ia harus rajin ber-Doa sepanjang hari, siang dan malam untuk keselamatan diri dan jiwanya. Ia tak segan-segan mencurahkan isi hatinya kepada Sang Kekasih hatinya. Ia tahu bahwa sang Kekasih itu tak akan menyulayani janjinya. Lalu pesan kedua adalah Usaha Ikhtiyar. Meskipun nasibnya masih belum beranjak dari  titik nol, ia percaya bahwa profesi sebagai kuli harus tetap ditekuni sepenuh hati sampai Kekasihnya datang mengulurkan tangan lembutnya dan mengabarkan berita bahagia. Usaha maksimal adalah kewajiban dan keputusannya diserahkan kepada sang Kekasih. Ia akhirnya menyerahkan nasib peruntungannya kepada sang Kekasih dengan sepenuh-penuh Tawakkal. Dengan tawakkal, ia mengatakan bahwa sampai di sinilah usahaku. Sudah waktunya Tuhan melakukan tugasnya untuk membagi rezekiku. Jika hari ini aku belum banyak mendapatkan penopang hidup, itu artinya aku harus bekerja lebih keras dan giat lagi. Terus dan terus....Semoga apa yang ia kerjakan tidak sia-sia. tak selamanya seseorang terkurung dalam kesedihan. Pasti, ada suka dan duka yang silih berganti.


Rabu, 24 Oktober 2012

REUNI JATISARI ELOK

Hari Sabtu lalu, 20 Oktober, saya berkesempatan untuk berkunjung ke sebuah pemukiman yang sangat mengesankan. Tepatnya adalah Perumahan Jatisari Elok, Semarang. Sebenarnya, tujuan utama saya ke Semarang adalah menghadiri ujian terbuka teman saya, mas Hasbullah, di IAIN Walisongo. Namun, ketika saya turun bis di Tugu Muda di pagi hari, pikiran untuk berkunjung ke Elok semakin menguat. Hal ini didukung oleh transportasi ke Elok yang tiba-tiba datang di depan saya. Bis jurusan Boja belum pernah saya jumpai selama saya menunggu bis di Tugu Muda. Tapi anehnya, pukul 5 pagi itu, bis tersebut lewat dan saya pun jadi penumpangnya.

Saat naik bis, saya bertanya ke kondektur, "Lewat IAIN, Mas?" "Iya" jawabnya. IAIN memang tujuan utama saya. Biasanya, saya naik bis jurusan Mangkang yang juga lewat IAIN. Tapi  pagi itu bis itu tidak muncul-muncul. Di dalam bis, saya berpikir, dari pada saya nganggur menunggu dari pukul 5.30 sampai pukul 8.00 di kampus, mendingan waktu luang itu saya gunakan untuk bersilaturrahim alias reunian dengan kawan-kawan saya, para pejuang Jatisari Elok. Keinginan itu semakin menguat ketika sang kondektur meyakinkan saya bahwa bis itu tidak hanya lewat IAIN, tetapi lewat Jatisari juga. Akhirnya, saya putuskan untuk ke Jatisari meskipun saya tidak memberitahukan hal ini kepada siapapun. Maklum, rencana ini cukup mendadak.


Di dalam bis, saya berusaha menghubungi kawan-kawan saya. Ada mas Yas, ada mas Sembodo, dan Pak Furqon. Tapi tak seorang pun menerima telepon saya. Akhirnya saya teruskan kontak kawan-kawan yang lain. Mujur, saya bisa kontak mas Wisnu yang kebetulan ada di rumah dan belum berangkat kerja. Akhirnya, saya dijemput oleh mas Wisnu dan menikmati hidangan pagi di kediamannya.

Tak lama kemudian, mas Har datang. "Lho, kok tahu saya di sini, Mas?" "Hehe, pak Sembodo telpon saya barusan!" kata mas Har datar. Saya gembira sekali ternyata di pagi akhir pekan ini ada beberapa kawan yang bisa kutemui. Reunian rasanya! Karena mas Wisnu harus mengantar putrinya ke sekolah, saya pun pamit dan ganti mengunjungi rumah mas Har. Kebetulan, mas Har agak longgar pagi itu. Saya diajak sarapan pagi dengan pecel spesial yang masih hangat. Kali ini, mas Yas yang tadinya tidak bisa dihubungi berkenan datang ke rumah mas Har dan menemani sarapan pagi. Ngobrol kesana-kesini dengan sahabat-sahabat sejati membuat hati saya semakin gembira. Belum lagi, saat saya mau pulang, ada oleh-oleh yang diberikan oleh mas Wisnu dan Mas Yudha. Saya pun pamit untuk segera ke kampus guna mengikuti ujian terbuka. Kali ini, mas Har siap mengantar saya ke pintu gerbang perumahan. Duh, kenangan Jatisari benar-benar membekas. Keramahan kawan-kawan Elok tiada bandingnya! Semoga saudara-saudaraku di sana tetap mendapat perlindungan dari Allah SWT selama-lamanya. Amin.





Selasa, 23 Oktober 2012

RUH KURBAN DALAM DUNIA HUKUM

Jika menilik kembali kisah kurban nabi Ibrahim dan nabi Ismail, kurban memiliki beberapa syarat. Di antaranya adalah  pelaku harus memiliki niat yang ikhlas dan kesadaran ketuhanan yang tinggi. Ketika syarat ini tidak ada, maka pengurbanan apapun yang dilakukan seseorang, ia pasti menginginkan imbalan yang setara atau bahkan lebih besar dari pada apa yang ia kurbankan. Seharusnya, “berdagang amal” kali ini adalah dengan Allah SWT. Jadi, keuntungannya berorientasi akhirat, bukan dunia belaka. Syarat berikutnya adalah bahwa  benda yang dikurbankan merupakan benda yang  dicintai atau bahkan benda yang paling berharga. Ibrahim sangat mencintai Ismail. Namun, demi cintanya kepada zat yang lebih agung, barang yang dicintainya pun diserahkan untuk meraih cinta hakiki. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kehidupan, perbuatan baru dikatakan berkurban ketika apa yang menjadi daya pikat dan kekuatan kita diserahkan untuk kepentingan dan kemaslahatan umat yang lebih tinggi tanpa pamrih. Sikap ini kian hari kian langka seiring dengan maraknya perdagangan pekerjaan yang dimotori oleh watak kapitalisme. Untuk itu, semangat berkurban hendaknya dimulai dari diri kita dengan menjadikan apa yang kita cintai sebagai washilah untuk menggapai cinta dari tuhan yang menciptakan. Bukankah kekayaaan atau jabatan yang kita miliki hanyalah sementara? Suatu saat semua yang kita banggakan akan hilang lenyap. Oleh sebab itu, mumpung masih bisa, selagi ada waktu, ruh berkurban hendaknya menjadi nafas kita dalam menjalankan kehidupan ini.
Semangat berkurban merupakan salah satu ajaran yang dapat diwujudkan dalam berbagai segi kehidupan, termasuk dalam penegakan hukum. Indonesia merupakan negara hukum namun tidak dipungkiri banyak ditemukan penyimpangan-penyimpangan hukum yang melukai hati masyarakat. Baru-baru ini muncul kasus pengangkatan pejabat negara yang pernah dipidana korupsi. Para tahanan tertentu juga banyak yang masih menikmati fasilitas hidup mewah. Mengapa ini terjadi? Salah satunya ruh kurban belum masuk secara mendalam ke relung-relung kehidupan. Masih banyak orang yang mementingkan diri sendiri, keluarga atau golongan. Hukum masih berpihak ke kelompok kuat baik dari sisi jabatan atau kekayaan. Peradilan belum memberikan rasa adil yang sebenar-benarnya. Untuk itu, jika ruh kurban dapat diterapkan dalam kehidupan senyatanya seperti kurban Ibrahim yang tulus tanpa pamrih, maka manusia dapat menyembelih sifat “kehewanan”nya yang suka serakah dan menang sendiri. Hukum dan peradilan akhirnya bisa menjadi pelindung sekaligus penjaga kehidupan semua orang tanpa kecuali.
Dalam hukum, pengorbanan yang penting antara lain dengan menjalankan hukum sesuai dengan rasa keadilan masyarakat. Peradilan harus bebas intervensi dari orang lain. Hukum harus tegak di atas semua golongan tanpa kecuali. Juga, hukum dibuat bukan hanya melayani segelintir orang yang ingin kepentingannya terlindungi. Banyak hukum di Indonesia yang muncul hanya karena keinginan sekelompok orang untuk mendapat legitimasi, seperti perda-perda yang bernuansa sara atau diskriminasi. Hal ini tentu sangat urgen di tengah situasi masyarakat yang sering tidak yakin tentang kepastian hukum dan keadilan hukum.
Hakim harus memutus perkara dengan hati nurani karena keputusannya tidak hanya berkorelasi dengan para pihak yang bersengketa tetapi dengan sang pencipta yang selalu mengawasinya. Kesadaran robbani inilah yang akan mampu menahan seseorang untuk berbuat curang dan hanya memenangkan ego dan hawa nafsunya. Hal ini juga berlaku untuk para penegak hukum lainnya, seperti aparat kepolisian dan KPK. Mereka harus jujur dan rela melaksanakan kewajiban dengan tulus tanpa harus takut menghadapi siapapun. Jika suatu saat mereka meninggal dalam rangkaian tugas, mereka harus yakin bahwa mereka tergolong orang-orang yang mati syahid.
Jadi, kurban bukan sebuah serimonial tahunan belaka. Semangat kurban harus diaplikasikan dalam kehidupan nyata kita di mana pun kita berada. Semoga perayaan kurban tahun ini menjadi momen penting kita untuk menegakkan kebenaran dan keadilan tanpa pamrih dan tanpa tebang pilih. Amin.

Minggu, 30 September 2012

SENI MEDIASI: KETRAMPILAN UNIK BAGI SANG PENDAMAI

Satu minggu penuh saya mengikuti training Mediasi yang dilaksanakan oleh Maliki Mediation Center (M2C) Malang. Sungguh lelah badan saya karena harus masuk ruangan dari pukul 07.00 pagi hingga pukul 05.00 sore. Untungnya, para trainer yang datang dari Walisongo Mediation Center (WMC) Semarang pandai membawa suasana sehingga waktu berlalu begitu cepat dan ilmu bermanfaat pun didapat. Awalnya saya agak khawatir bahwa materi yang akan disampaikan akan sama dengan pengetahuan umum yang bisa dipelajari dari kehidupan biasa tapi ternyata beda. Banyak teknik mediasi yang belum saya ketahui sebelumnya namun baru saya rasakan pentingnya saat menjalani pelatihan ini. Alhasil, saya puas dan gembira dengan skil baru yang kini memenuhi otak saya.

Pada jam-jam awal dana hari pertama, saya tak mendapat kesan apa-apa. Acara serimonial pembukaan berjalan biasa saja. Perkenalan para trainer juga tak terlalu istimewa. Bahkan, materi perdana tentang definisi konflik, sumber-sumber konflik, dan cara mengatasi konflik sudah sangat mafhum karena saya biasa membaca dan bahkan sering terlibat konflik, baik dalam sekala kecil maupun besar. Namun, ketika masuk hari kedua, saya baru merasa mendapat tantangan. Saat itu, sang trainer meminta kami membuat analisis tentang kasus konflik yang ada di sekitar kami. Saya dan kawan-kawan satu kelompok kecil menentukan satu topik hangat tentang perebutan masjid antara golongan NU dan Muhammadiyah. Nah, kali ini kami ditugasi untuk membuat model analisis yang dipetakan dalam beberapa ragam diagram. Pertama, kami membuat analisis konflik komunal ini dalam bentuk concept mapping. Lalu masalah yang sama harus diuraikan dalam bentuk conflict onion. Tugas terakhir adalah menuangkan konflik itu dalam bentuk conflict tree. Di sinilah, titik awal saya kagum dengan ilmu mediasi. Kami yang ditraining untuk menjadi mediator profesional harus mampu memetakan masalah secara obyektif dan cerdas. Obyektif mengandung arti bahwa kami harus mampu lepas dari atribut pribadi saat menghadapi fenomena konflik. Cerdas berarti kami harus jeli dan teliti memetakan masalah sehingga hubungan antara para pihak yang berseteru, unsur masyarakat yang terlibat, dan garis koneksi harus tertuang dengan lengkap. Dari gambar-gambar tersebut, sang mediator dapat memberikan jalan tengah yang "win-win solution" sehingga konflik bisa diatasi tanpa ada pihak yang merasa kalah. Inilah inti sari mediasi yang memberikan fasilitas bagi para pihak yang bersengketa untuk menemukan jalan keluar yang damai dan memuaskan.

Hari-hari berikutnya, saya dan kawan-kawan dilatih memerankan beberapa tokoh, dari para pihak yang bersengketa, mediator, co-mediator, dan observer. Dari pengalaman latihan langsung inilah saya melihat bahwa skil seorang mediator sangat menentukan berhasil tidaknya ia mengatasi masalah. Beberapa ketrampilan dasar yang harus dimiliki seorang mediator antara lain adalah kemampuannya menurunkan ketegangan konflik, menangkap akar masalah, mengembangkan sejumlah opsi solusi, dan membuat akta kesepakatan.

Pertama, skil yang dibutuhkan untuk menurunkan ketegangan konflik antara lain adalah sikap empati dan gaya bahasa yang menyejukkan. Untuk itu, mediator harus meluangkan waktu yang cukup dan pikiran yang jernih saat menerima para pihak yang bersengketa. Selain itu, gaya bahasa yang soft dan kemampuan memparafrasekan setiap kalimat negatif menjadi kalimat positif menjadi sebuah keniscayaan. Parafrase merupakan ketrampilan menangkap inti kalimat yang diucapkan oleh para pihak yang sedang emosi lalu ditransfer ke dalam  bahasa yang halus dan menenangkan. Hal ini jelas tidak mudah dan butuh latihan berkali-kali sehingga menjadi satu skil yang menyatu dalam kehidupan.

Ketrampilan yang kedua adalah menangkap akar masalah. Saat kedua belah pihak mengungkapkan masalahnya, sang mediator harus memiliki skil mendengarkan dengan baik. Ia harus bersikap ramah dan mencatat hal-hal penting yang menjadi kerisauan para pihak. setelah itu, ia harus pandai membuat kesimpulan tentang posisi masing-masing dan menentukan poin-poin tuntutan kedua belah pihak. Misalnya, pihak satu menginginkan bercerai sedangkan pihak kedua ingin mempertahankan keluarga. Dari keduanya akan diketahui akar masalah yang melandasi perseteruan itu, contohnya masalah kurang kasih sayang.

Ketiga adalah ketrampilan memberikan pilihan-pilihan solusi. Kecerdasan mediator di sini akan diuji. Saat ia mampu menemukan akar masalah konflik tersebut, ia harus mampu membuat pilihan-pilihan solusi yang variatif sehingga kedua belah pihak akan menemukan titik temu kepentingan. Sebagai contoh, pihak suami sering keluar kota karena sang isteri kurang sabar dalam mengurus keluarga. Adapun sang isteri tidak bisa mengurus keluarga dengan baik karena uang belanja kurang dan suami jarang memberikan pujian. Nah, solusi yang ditawarkan bisa bermacam-macam, antara lain suami perlu memberikan uang belanja lebih banyak dan rela memberikan pujian kepada sang isteri sedangkan sang isteri perlu hemat dan lebih telaten mengurus keluarga. Jika kedua sepakat dengan pilihan ini, masalah konflik dapat diatasi dan perceraian dapat dihindari tanpa ada pihak yang dirugikan.

Terakhir, mediator perlu menuangkan kesepakatan para pihak dalam sebuah akta perdamaian. Akta ini akan menjadi landasan bagi kedua pihak seusai mediasi. Setiap poin harus dibacakan kepada kedua belah pihak sehingga setiap orang paham dengan kesepakatan yang dibuat. Di bagian akta perdamaian itu dibubuhkan tandatangan para pihak dan mediator.

Dari ketrampilan mediasi ini, saya berkesimpulan bahwa untuk menjadi pendamai ulung, dibutuhkan kesabaran yang ekstra, kemampuan komunikasi yang handal, dan kecerdasan yang mumpuni. Seni mediasi ini sangat bermanfaat tidak hanya untuk mengatasi konflik besar di masyarakat, tetapi juga sangat berguna untuk menyelesaikan konflik kecil dalam keluarga dan bahkan untuk konflik batin yang terjadi dalam diri sendiri. Salam damai dan semoga bermanfaat!

   

Minggu, 23 September 2012

MENGAPA PILIH ISLAM?

Pertanyaan sata satu bule beberapa hari lalu masih saja menggelayuti pikiranku. Bagiku, pertanyaan prinsip mengapa seseorang harus ber-Islam perlu dirumuskan dengan jelas dan tepat. Jika tidak, bukan hanya akan membuatku malu, tetapi justru akan menjatuhkan citra Islam yang sudah sering dilecehkan orang, termasuk oleh pemeluknya sendiri.

Menjadi seorang Muslim memang merupakan pilihan hidup. Mau jadi kristen, hindu, buda, atau ateis pun adalah hak setiap orang. Kemerdekaan semacam ini tak ada yang berhak mengatur apalagi menghalangi. Ini adalah satu anugerah yang diberikan sekaligus tanggung jawab yang sangat berat. Betapa tidak! Bila salah ambil jalan, bisa berabe sepanjang hidup dunia akhirat!

Untuk menentukan agama, perlu dilihat dulu sejarah agama itu dan bagaimana ia dikembangkan. Ajaran-ajarannya juga perlu ditelaah. Agama manakah yang mempunyai keaslian kitab hingga sekarang? Agama manakah yang pembawanya dipilih sebagai manusia terbaik? Agama manakah yang memiliki hukum yang lengkap? Agama manakah yang mengajak untuk menjaga keseimbangan hidup antara hidup di dunia dan hidup di akhirat? Agama manakah yang mengajari untuk toleransi, demokrasi, dan sejumlah etika dunia modern yang kini kian berkembang? Agama manakah yang paling bisa beradaptasi tanpa membuat konfrontasi? Itu semua jawabannya ada dalam Islam. Islam yang sempurna dan Islam yang sesungguhnya, bukan Islam yang dibuat-buat oleh pemeluknya yang kemudian terkesan sangar, seram, dan kejam. Sudah saatnya kita menunjukkan Islam yang indah dan menyejukkan. Islam yang asli bukan Islam sesuka hati.

Jumat, 21 September 2012

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERBASIS TERNAK JANGKRIK DI SUMBER PUCUNG

I. PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Sebuah pepatah Arab populer mengatakan bahwa “remaja hari ini adalah pemimpin bangsa hari esok”. Kalimat bijak ini memberikan penegasan bahwa masa depan sebuah bangsa dapat diprediksi  dengan cara melihat kondisi para pemuda saat ini. Dalam konteks Indonesia, dapat disimpulkan bahwa ketika para remaja bangsa ini mempunyai kekuatan fisik, mental, dan spiritual yang kokoh, niscaya kehidupan negara Indonesia beberapa tahun mendatang akan kuat, makmur, dan sejahtera. Sebaliknya, bila kondisi remaja saat ini lemah fisik dan mental serta  miskin spiritual, rasanya sulit Indonesia dapat memenangkan persaingan global yang kiat ketat. Oleh sebab itu, perhatian terhadap kehidupan remaja merupakan salah satu langkah tepat untuk mengantarkan bangsa ini menjadi bangsa yang diperhitungkan dalam percaturan internasional.
Sebenarnya, telah banyak program pemerintah yang diluncurkan untuk pemberdayaan masyarakat di berbagai wilayah, termasuk di daerah tertinggal. Bantuan langsung tunai, kredit usaha kecil, hingga pendidikan gratis untuk program wajib belajar 9 tahun (pelajar SD dan SMP) sudah sering terdengar. Namun sayang, dalam tataran praktik, berbagai penyimpangan acapkali terjadi yang disebabkan oleh beragam alasan. Oleh karena itu, tidak sedikit remaja yang hidup dalam kondisi memprihatikan dan terjebak dalam lingkaran kemiskinan. Mereka menjadi generasi yang tidak hanya miskin ketrampilan untuk bertahan hidup, tetapi juga miskin ilmu pengetahuan dan keagamaan. Untuk mengurai masalah tersebut, dirasa perlu untuk diadakan pembinaan dan pemberdayaan masyarakat khususnya remaja miskin oleh insan akademika, seperti UIN Maliki Malang.
 Salah satu lokasi yang layak mendapat pembinaan dan pendampingan adalah Desa Sumberpucung, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang. Desa yang berada di perbatasan Malang dan Blitar ini dapat digolongkan sebagai masyarakat miskin dan marginal, khususnya di bidang keagamaan dan ekonomi. Minimnya penduduk yang berpendidikan tinggi, banyaknya remaja putus sekolah, membludaknya pengangguran, dan tingginya angka kriminalitas merupakan beberapa tolok ukur lemahnya pemahaman mereka tentang agama dan langkanya semangat wirausaha. Oleh sebab itu, pengabdian ini difokuskan kepada peningkatan pemahaman keagamaan yang dirangkai dengan kegiatan pembinaan wirausaha di bidang ternak jangkrik.
Dipilihnya kegiatan pembinaan keagamaan berbasis wirausaha ternak jangkrik berdasarkan beberapa alasan. Pertama, pembinaan agama melalui wadah wirausaha dirasa lebih mudah menuai hasil ketimbang pendidikan agama yang dilakukan secara formal dan terstruktur. Pendekatan mental spiritual dapat dilakukan sambil lalu ketika mereka mengikuti kegiatan pembinaan wirausaha. Dengan cara ini, tujuan pengokohan aspek keagamaan akan mudah tercapai bersamaan dengan meningkatnya kesadaran mereka untuk hidup mandiri tanpa adanya paksaan.
 Kedua, ternak jangkrik di desa Sumberpucung kini mulai kelihatan hasilnya. Usaha yang dirintis sejak satu tahun yang lalu oleh Sudjani, pensiunan TNI, saat ini telah memproduksi sebanyak 2 kwintal setiap kali panen. Hal ini memberi inspirasi bagi remaja miskin putus sekolah dan remaja pengangguran Sumberpucung untuk bergabung mengembangbiakkan jangkrik. Mereka yakin bisa beternak jangkrik karena binatang ini mudah dalam hal budidaya dan pemeliharaannya dengan biaya yang tidak besar.
Ketiga, Sumberpucung berpeluang sebagai sentra jangkrik untuk wilayah Malang Raya. Selain untuk pakan burung dan ikan, saat ini jangkrik telah diolah menjadi kripik yang suatu saat nanti dapat menjadi komoditas ekspor yang menjanjikan. Selain itu, selama ini, jangkrik yang beredar di Malang Raya masih berasal dari Tulung Agung dan Kediri. Padahal, kalau dilihat dari sisi potensi alam, Malang lebih layak menjadi pusat jangkrik karena dukungan suhu yang sejuk. Jangkrik tidak tahan hidup di udara terlalu panas atau terlalu dingin. Oleh sebab itu, udara segar di Sumberpucung merupakan aset berharga sebagai penunjang kesuksesan budidaya jangkrik. 
Kegiatan pengabdian di Sumberpucung dapat dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Setelah penguatan keagamaan dan wirausaha, masyarakat Sumberpucung dapat menjadi tempat pembinaan keluarga sakinah dan keluarga sadar hukum. Hal ini didasarkan kepada kenyataan bahwa tingkat perceraian di masyarakat ini masih tergolong tinggi di samping perkawinan bawah umur yang masih marak. Selain itu, pendampingan untuk para wanita Pekerja Seks Komersial yang berada di lokalisasi RT 29 perlu dilakukan dengan cara pemberian keterampilan praktis sesuai bakat dan minat mereka sebagai penopang hidup.
B.     Kondisi Masyarakat Sumberpucung
Pengabdian kepada masyarakat yang telah dilakukan mengambil tempat di desa Sumberpucung, kecamatan Sumberpucung, kabupaten Malang. Sumberpucung merupakan sebuah desa mayoritas penduduknya terdiri dari kalangan masyarakat kelas bawah dengan sumber penghasilan tidak menentu. Beberapa karakter masyarakat Sumberpucung berdasarkan observasi dan wawancara yang telah dilakukan adalah sebagai berikut.
1.      Hampir 50 persen masyarakatnya hanya berpendidikan SD dan SMP.  Sumber daya yang rendah ini tentunya sulit untuk berkembang kecuali jika mendapat pendampingan yang terus-menerus dengan metode yang ringkas, padat, dan aplikatif.
2.      Jumlah remaja putus sekolah dan pengangguran sangat banyak. Lebih dari 70 anak putus sekolah dan 150 pengangguran di desa ini.  Fakta ini merupakan sebuah keprihatinan tersendiri karena minimnya ketrampilan yang mereka miliki. Akibatnya, mereka sulit mendapatkan pekerjaan yang layak untuk menopang kehidupannya.
3.      Tradisi mabuk, judi, sabung ayam, pelacuran, dan berbagai kejahatan sudah menjadi bagian hidup mereka. Hal ini tentu tidak mudah dirubah kecuali dimulai dengan penguatan pemahaman keagamaan dan pemberian berbagai ketrampilan yang dapat menunjang untuk hidup mandiri. Selain itu, masyarakat Sumberpucung terbiasa pinjam uang ke rentenir yang berkedok koperasi. Mereka akhirnya  kian terpuruk dalam kemiskinan yang berlipat ganda.M
Sumberpucung merupakan salah satu kecamatan di kabupaten Malang yang memiliki 7 desa, 17 dukuh, 53 RW, dan 261 RT. Jumlah penduduknya sekitar 55.500 orang dengan jumlah perempuan sedikit lebih banyak dari laki-laki. Masyarakat Sumberpucung merupakan masyarakat yang heterogen dari segi agama, latar belakang sosial, dan ekonomi. 
Dalam penelitian ini, didapat sejumlah fakta tentang kondisi terakhir masyarakat Sumberpucung. Di antaranya adalah:
1.      Ada sekitar 70 kasus putus sekolah dan lebih dari 150 anak remaja menjadi pengangguran.
2.      Kasus perceraian masih tinggi, menurut data 2009, telah terjadi 87 perceraian di sumberpcung
3.      Masih ditemukannya perkawinan di bawah umur dan nikah di bawah tangan
4.      Banyaknya TKI dan TKW dari daerah ini yang sering memicu permasalahan perceraian, perselingkungan, penelantaran anak dan keluarga. Saat ini jumlah TKI dan TWI dari Sumberpucung berjumlah sekitar 80 orang.
5.      Lokalisasi di RT 29 berdampak buruk terhadap kehidupan keberagamaan remaja dan masyarakat umum. Jumlah PSK di lokalisasi ini tidak kurang dari 30 orang.
Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat Sumberpucung mempunyai dua masalah besar. Pertama adalah kemiskinan spiritual keagamaan. Pendidikan agama nampaknya bukan hal penting di masyarakat ini. Masjid dan mushalla tidak banyak ditemukan. Kehidupan masyarakat pedesaan yang tidak tersentuh oleh siraman ruhani menjadikan mereka mengalami kegersangan spiritual. Kedua adalah kemiskinan ekonomi. Kemiskinan ini membuat  mereka menjadi masyarakat kelas bawah yang tidak bisa berkembang menuju masyarakat mandiri. Profesi petani dan pedagang musiman saat ini kian tidak bisa diandalkan untuk menopang kebutuhan keluarga. Oleh sebab itu, pembinaan wirausaha yang dapat menghasilkan pemasukan besar layak untuk diterapkan kepada mereka dengan didukung oleh berbagi pihak.
Melihat situasi masyarakat yang demikian, program utama yang dilaksanakan dalam pengabdian ini adalah pembinaan keagamaan bagi remaja miskin dengan menggunakan sarana kewirausahaan ternak jangkrik. Program ini dirasa tepat karena pembinaan keagamaan yang dibarengkan dengan pembinaan kewirausahaan dapat memotivasi para remaja dampingan untuk mengenal agama lebih mendalam sekaligus membekali mereka untuk bisa hidup mandiri. 
Pengabdian ini mengambil 20 remaja miskin sebagai subyek dampingan. Alasan pengambilan remaja miskin sebagai subyek dampingan adalah bahwa remaja miskin dapat dilatih lebih mudah karena mereka berpotensi untuk dibina. Ketika mereka mendapatkan pembinaan ini, mereka dapat memfungsikan diri sebagai generasi yang kuat spiritualnya serta generasi yang bermental entrepreneur sehingga dapat merubah masyarakat dari masyarakat miskin menjadi masyarakat yang mandiri secara ekonomi dan spiritualnya. Selain itu, remaja menjadi jurus yang ampuh untuk memperbaiki situasi keluarga yang minim agama dan miskin sumber kehidupannya. Dengan remaja yang kokoh mental, spiritual, dan ekonominya, masyarakat Sumberpucung akan berpeluang menjadi masyarakat yang kuat dan makmur.

II. PELAKSANAAN
A.    Bentuk Kegiatan
Pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan di desa Sumberpucung merupakan salah satu bentuk implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi. Setiap tenaga pendidikan di kampus harus melakukan pengabdian kepada masyarakat guna memberikan efek positif kepada masyarakat, baik berupa pelatihan, pendampingan, maupun konsultasi. Agar pengabdian ini terlaksana dengan baik, perencanaan yang matang, aplikasi rencana secara sistematis, dan monitoring serta evaluasi yang terstruktur harus dilakukan agar dapat meraih hasil yang diinginkan.
Pengabdian ini berbasis riset. Maksudnya adalah bahwa pengabdian ini mengandalkan hasil-hasil penelitian yang dilakukan sebelum diadakannya kegiatan pengabdian. Dengan strategi ini, kegiatan pengabdian yang dilakukan berorintasi kepada kebutuhan masyarakat yang pada akhirnya mampu memandirikan mereka untuk menghadapi berbagai masalah kehidupan mereka.
Dalam rangka mengubah kondisi masyarakat Sumberpucung yang ’miskin’, baik secara materi maupun moral ini,  digunakan metode PAR (Participatory Action Research). Metode ini dilakukan untuk memahamkan masyarakat Sumberpucung terhadap: a) kelemahan-kelemahan yang dialami dan dimilikinya, b) Keinginan-keinginan masyarakat untuk mengatasi kekurangan dan kelemahannya, c) menyusun strategi dan metode untuk memecahkan permasalahannya dan d) Membantu masyarakat mengatasi, memecahkan, dan menemukan jalan keluarnya.
Metode action research ini digunakan untuk tidak membuat masyarakat dampingan sebagai obyek, tetapi menjadikannya sebagai subyek pengabdian. Masyarakat sendiri yang memahami, menginginkan, dan memecahkan permasalahan yang melilitnya. Posisi tim pengabdian lebih sebagai fasilitator bagi masyarakat untuk mencapai cita-citanya dan memberikan jalan keluar dan merumuskan strategi yang dapat digunakan masyarakat untuk mencari jalan keluar bagi permasalahan mereka. Namun perumusan jalan keluar dan strategi ini tetap melibatkan masyarakat dengan harapan apabila masyarakat mengalami masalah-masalah sosial, mereka bisa memecahkan permasalahan mereka sendiri tanpa bantuan orang lain.
Dengan Participatory Action Research (PAR) ini bermanfaat untuk memfasilitasi dan memotivasi agar masyarakat  khususnya kalangan remaja untuk mampu:
1.      Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan remaja serta problematikanya.
2.      Menemukenali faktor penyebab problem remaja dan alternatif solusinya
3.      Menyusun strategi dan metode yang tepat untuk memecahkan permasalahan remaja.
4.      Menyusun rencana aksi berdasarkan prioritas, dan keberlanjutan program melalui tahapan-tahapan hingga mencapai target yang diharapkan.
Adapun strategi yang digunakan dalam melakukan action research ini adalah menggunakan metode yang dikemukakan oleh O’Brien (2001).
Dalam proses penelitian action research ini ada empat tahapan dalam melakukan penelitian ini, yaitu:
1.      Perencanaan (plan). Perencanaan  ini dilakukan setelah memperhatikan kondisi riil di masyarakat dengan menggunakan analisis SWOT. Dalam menganalisis problematika di masyarakat dan menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang mungkin terjadi di masyarakat ini dilakukan dengan melibatkan masyarakat di Kelurahan Sumberpucung. Perencanaan ini meliputi strategi dan metode dalam memecahkan problematika yang dihadapi oleh masyarakat Sumberpucung.
2.      Tindakan (action). Setelah proses perencanaan dilakukan, masyarakat Sumberpucung mengimplementasikan rencana yang telah dibuat tersebut dengan dibantu dan difasilitasi oleh peneliti.
3.      Pengamatan (observe). Pengamatan dilakukan untuk memperhatikan dan menganalisis keberhasilan, kelemahan, dan kekurangan strategi dan metode yang digunakan dalam menyelesaikan problematika yang terjadi di masyarakat.
4.      Refleksi (reflect). Usaha-usaha yang telah dilakukan dalam memecahkan problematika di masyarakat Sumberpucung tersebut direfleksikan dan dievaluasi, baik kekurangan, kelemahan, dan keberhasilan strategi dan metode dalam memecahkan problematika masyarakat tersebut. Refleksi dan evaluasi ini berujung kepada perencanaan (plan) seperti pada poin pertama untuk menuntaskan problematika masyarakat, baik yang belum tuntas pada tahap pertama atau untuk memecahkan problematika yang baru hingga tercapai masyarakat Sumberpucung yang damai, sejahtera, tentram dan sakinah.
Pengabdian ini telah dilaksanakan sesuai dengan tahap-tahap di atas. Penjabarannya sebagai berikut.
  1.  Tahap pertama: pendataan awal lokasi dan subyek dampingan. Peneliti melakukan survei lapangan dan wawancara untuk mengetahui masalah yang dihadapi oleh masyarakat yang dipilih sebagai lokasi pengabdian, yakni masyarakat Sumberpucung. Dari informasi yang terkumpul, peneliti menyimpulkan bahwa masyarakat Sumberpucung memiliki banyak remaja miskin putus sekolah atau pengangguran yang tidak memiliki pemahaman keagamaan yang cukup dan ketrampilan yang dapat menopang hidup mereka. Oleh sebab itu, peneliti menfokuskan untuk mendesain program kegiatan yang dapat meningkatkan keagamaan remaja itu sekaligus membekali mereka dengan ketrampilan yang nyata.
  2. Tahap kedua: koordinasi dengan pimpinan Pesantren Rakyat al-Amin, Abdullah Sam, untuk membina remaja miskin dari sisi keagamaan. Para remaja itu diajak untuk mengikuti kegiatan pesantren, seperti pengajian rutin, membaca kitab, dan tashih bacaan al-Qur’an. Sebagian remaja bahkan ada yang berminat untuk tinggal di pesantren tersebut.
  3. Tahap ketiga: koordinasi dengan peternak jangkrik untuk pembinaan kewirausahaannya. Sudjani, peternak jangkrik sukses, dimohon untuk bersedia memberikan arahan dalam ternak jangkrik. Para remaja nanti diharapkan untuk belajar teori sekaligus praktik budidaya jangkrik bersama Sudjani.
  4. Tahap keempat: pelaksanaan kegiatan Pelatihan Kewirausahaan Ternak Jangkrik yang dilaksanakan pada tanggal 1 Mei 2011 di aula Pesantren Rakyat al-Amin. Peserta yang hadir berjumlah 20 anak remaja. Dalam kegiatan itu, pada sesi I, Sudjani memberikan materi tentang jangkrik dan permasalahannya hingga tips untuk menjadi peternak jangkrik yang sukses.   Kemudian, pada sesi II, Abdullah Sam memberi siraman rohani sekaligus motivasi untuk menjadi peternak jangkrik yang unggul lahir batinnya. Acara ini sukses digelar dan mendapat apresiasi dari para peserta.
  5. Tahap V: magang di kawasan ternak jangkrik Sudjani. Para remaja yang telah selesai mengikuti pelatihan langsung dibawa ke lokasi peternakan jangkrik yang tidak jauh dari pesantren rakyat al-Amin, hanya sekitar 100 meter. Mereka dapat langsung menyaksikan tempat hunian jangkrik, telur jangkrik, dan anak jangkrik dengan berbagai ukuran. Mereka juga bisa melihat jenis makanan yang diberikan kepada binatang-binatang itu. Wajah-wajah ceria para remaja yang terjun ke lokasi menunjukkan semangat tinggi mereka untuk segera menjadi peternak jangkrik. Mereka magang di lokasi itu selama 2 minggu.
  6.  Tahap VI: pencairan dana bantuan. Untuk menyukseskan kegiatan pengabdian ini, peneliti menggandeng Pusat Kajian Zakat dan Wakaf “eL-Zawa” UIN Maulana Malik Ibrahim Malang untuk memberikan pinjaman modal bagi calon peternak jangkrik ini. El-Zawa bersedia  mengucurkan dana Rp. 10.000.000 untuk 10 anak remaja terseleksi. Pencairan ini dilaksanakan pada tanggal 30 September 2011. 
  7. Tahap VII: pengadaan peralatan kebutuhan untuk ternak jangkrik. Para remaja yang mendapatkan bantuan pinjaman itu langsung membeli perlengkapan yang  dibutuhkan, seperti triplek, kayu, internit, dan karton telur. Mereka membuat beberapa kotak untuk hunian jangkrik.  
  8.  Tahap VIII: Monitoring kegiatan. Peneliti bersama LPM dan eL-Zawa melakukan monitoring terhadap kegiatan budidaya jangkrik ini sekaligus melihat perkembangan keagamaan mereka di pesantren rakyat al-Amin. Berbagai keluhan atau saran dari para peserta ditampung untuk dibuatkan langkah rencana tindak lanjut. Dari diskusi intensif bersama mereka, diperoleh gambaran bahwa mereka senang sekali dengan kegiatan yang sudah dibuat. Mereka mengatakan bahwa kegiatan beternak jangkrik cukup ringan dan menjanjikan. Kelak, mereka ingin menjadi peternak besar yang bisa memproduksi berbagai jenis olahan dari jangkrik. Mereka juga menginginkan pelatihan manajemen keuangan yang lebih aplikatif untuk menjaga keberlanjutan usaha mereka.
  9.    Tahap IX: Pembekalan manajemen keuangan dan pembuatan rencana tindak lanjut. Kegiatan ini merupakan respon langsung dari usulan para remaja tersebut. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada tanggal 8 Januari 2012.  Pembicara yang diundang adalah Ketua LPM, Dr. Hj. Mufidah, M.Ag, yang memberikan arahan tentang pentingnya remaja berdaya dan Dra. Umrotul Khasanah, M.M. yang memberikan pelatihan praktis pembukuan keuangan. Novri, salah satu pengelola Koperasi Mahasiswa, juga dilibatkan dalam kegiatan berbagi pengalaman tersebut. Dari kegiatan ini diharapkan para peserta dapat memahami dan mempraktikkan berbagai langkah untuk menjadi pengusaha sukses.
  1. Sasaran
Kegiatan yang melibatkan para remaja miskin putus sekolah yang berada di desa Sumberpucung ini bertujuan untuk meningkatkan semangat mereka dalam beragama dan berwirausaha.  Remaja adalah calon penerus bangsa di masa depan. Oleh sebab itu, membina remaja, khususnya remaja miskin, merupakan tantangan yang harus dilakukan demi kebangkitan masyarakat di masa yang akan datang.
            Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai sasaran tersebut adalah:
1.      Pembinaan mental spiritual di pesantren rakyat al-Amin
2.      Pembinaan kewirausahaan ternak jangkrik  oleh peternak sukses, Sudjani.
3.      Pemberian modal pinjaman tanpa bunga dari Pusat Kajian Zakat dan Wakaf eL-Zawa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
4.      Pembinaan manajemen organisasi dan manajemen bekerja sama dengan Lembaga pengabdian kepada Masyarakat UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Seluruh kegiatan tersebut berjalan dengan baik dan diharapkan mampu menjadi program yang berkelanjutan.
C.    Output dan Outcome
Keluaran konkret (output) yang dari program ini adalah:
1.      terwujudnya remaja miskin memiliki kesadaran untuk meningkatkan diri dalam hal keberagamaan.
2.      terwujudnya remaja miskin yang memiliki kesadaran mandiri dan hidup sejahtera
3.      remaja miskin yang memiliki ketrampilan kewirausahaan yang dipilih melalui bakat dan minatnya.
Pada akhirnya, outcome dari kegiatan ini adalah terbentuknya komunitas remaja yang berdaya dan memiliki aktifitas keagamaan berbasis medan budaya serta membentuk rintisan usaha ternak jangkrik yang terkoordinasi dan terpantau.
D. Deskripsi Proses Kegiatan
1.      Perubahan yang Terjadi
Kegiatan pengabdian ini telah mampu merubah kebiasaan remaja miskin yang didampingi. Remaja miskin biasanya identik dengan semangat kerja yang rendah dan pengetahuan keagamaan yang terbatas. Hal ini juga terjadi pada remaja miskin Sumberpucung. Namun, setelah diadakannya kegiatan pengabdian ini, para remaja yang mengikuti kegiatan sejak awal hingga akhir menunjukkan perubahan sikap yang signifikan. Di antaranya adalah semangat untuk mendalami agama secara lebih baik. Hal ini tidak lepas dari ketekunan pengasuh pesantren rakyat al-Amin dalam membina mental spiritual para santri remaja ini. Kemudian, perubahan penting yang lain adalah adanya semangat untuk hidup mandiri lepas dari orang tua. Mereka memang terlahir dalam keluarga yang serba kekurangan. Namun, berbekal ilmu ketrampilan yang dimiliki serta bantuan pinjaman modal yang mereka terima, mereka bertekad untuk dapat menghidupi diri sendiri dan membantu ekonomi keluarga.  
2.      Pengalaman yang Menarik
Banyak pengalaman yang menarik yang diperoleh selama pendampingan. Di antaranya dijabarkan sebagai berikut.
a.       Sumberpucung merupakan kawasan yang dianggap marginal dan terkenal sebagai pemasok pekerja di lokalisasi. Oleh sebab itu, ketika mengawali program di Sumberpucung, banyak orang yang mencibir program pendampingan yang digagas. Namun, dengan ketekunan dan keseriusan peneliti, pengabdian di Sumberpucung berjalan lancar dan sukses.
b.      Mendampingi masyarakat marginal jelas berbeda pengalamannya dengan mendampingi mahasiswa. Membangun komunikasi dengan mereka memerlukan skil tersendiri. Pengalaman ini tentu berharga untuk bekal sebagai dosen yang memiliki kemampuan komunikasi tak terbatas dan lintas strata sosial.
c.       Budidaya jangkrik masih tergolong asing bagi peneliti. Pengalaman unik menyaksikan ribuan ekor jangkrik dengan berbagai ukuran memberikan kesan tersendiri. Ternyata, binatang yang biasanya ditemukan di lubang-lubang tanah dapat dibudidayakan secara masal.
d.      Kekompakan masyarakat Sumberpucung nampak sekali ketika pelatihan jangkrik diadakan. Dukungan mereka yang luar biasa membuat kegiatan pengabdian ini menjadi ringan dan sukses.
e.       Leadership yang dimiliki pengasuh pesantren rakyat al-Amin kentara sekali. Kepemimpinan dan kharisma yang dimiliki Abdullah Sam, pengasuh Pesantren rakyat al-Amin, membuat warga dan juga santri tunduk dan patuh dengan wejangannya. Masyarakat akan merasa segan bila mereka tidak bisa menjalankan perintah atau saran dari sang ustad. Pengalaman semacam ini perlu sebagai menjadi bekal untuk mengadakan pengabdian di tempat yang lain. 
3.      Faktor  Pendukung
Kesuksesan pelaksanaan pendampingan ini dibantu oleh beberapa faktor pendukung. Di antaranya adalah sebagai berikut.
a.    Dukungan masyarakat yang ingin berubah
Masyarakat Sumberpucung mengakui bahwa ada masalah akut yang mereka hadapi. Kemiskinan tidak hanya membuat mereka kekurangan finansial, tetapi juga kekurangan spiritual. Sadar akan hal itu, mereka ingin berubah ke arah yang lebih baik. Sambutan hangat dari para tokoh masyarakat dan para remaja yang terlibat dalam kegiatan ini menjadi kegiatan pengabdian ini berlangsung lancar dan mencapai sasaran.

b.    Dukungan Pesantren Rakyat Al-Amin
Pesantren rakyat al-Amin yang berada di Sumberpucung memberikan kontribusi yang besar dalam pengabdian ini. Pesantren ini membekali ilmu agama yang cukup bagi para santri remaja miskin ini. Selain itu, pesantren ini siap menjadi tempat bernaung dan mengadu para remaja dalam menjalankan usahanya.
c.    Dukungan pengusaha jangkrik yang sukses
Pelatihan jangkrik hingga pembinaan ternak jangkrik tidak lepas dari peran serta dan dukungan penuh dari peternak jangkrik, Sudjani, yang sudah sukses menjalankan bisnisnya. Dengan ketulusannya, para remaja yang awalnya tidak mempunyai wawasan dan skil beternak jangkrik, kini mereka sudah bisa menjalankan usaha tersebut secara mandiri. Sesekali mereka konsultasi kepada Sudjani untuk memecahkan masalahnya.
d.    Dukungan LPM UIN Maliki Malang
LPM sebagai motor penggerak kegiatan pengabdian kepada masyarakat berjasa dalam membantu menentukan lokasi pengabdian. Menurut data yang dimiliki LPM, Sumberpucung merupakan wilayah marginal yang perlu mendapat sentuhan agama dan ekonomi. Oleh sebab itulah, pengabdian ini dilakukan di Sumberpucung.


e.    Dukungan eL-Zawa UIN Maliki Malang
Selain LPM, eL-Zawa UIN Malang telah berperan penting dalam kesuksesan pengabdian ini. eL-Zawa telah mengucurkan dana sebesar Rp. 10.000.000 untuk para remaja dalam mengawali karirnya sebagai peternak jangkrik.
4.      Hambatan dan Solusi
Hambatan yang dihadapi di antaranya adalah sebagai berikut.
a.    Variasi latar belakang pendidikan
Remaja yang ikut serta dalam kegiatan pengabdian ini memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda. Sebagian ada yang hanya lulusan SD. Ada pula yang hanya lulusan SMP dan putus sekolah. Usia mereka pun bervariasi. Hal ini tentu agak menyulitkan pemateri dalam menyampaikan informasi. Namun, dengan pendekatan yang lebih santai dan langsung praktik, para peserta nampaknya menikmati kegiatan tersebut.  
b.   Jauhnya lokasi
Sumberpucung berada di perbatasan Malang dan Blitar. Untuk mencapai lokasi ini, peneliti harus menyediakan waktu perjalanan sekitar 1-2 jam. Lokasinya yang agak ke dalam dan kondisi jalan yang belum beraspal menjadi tantangan tersendiri. Namun, dengan semangat untuk memberikan manfaat bagi orang lain, peneliti tetap gigih untuk hadir di lokasi dalam berbagai kegiatan yang sudah direncanakan.
c.     Harga jangkrik yang fluktuatif
 Para remaja miskin itu akhirnya kini sudah berhasil memanen jangkrik yang mereka budidayakan. Namun, ada satu kekhawatiran yang mereka rasakan, yakni harga jual jangkrik yang naik turun. Untuk mengatasi hal ini, mereka harus terus beternak sehingga dapat menikmati harga tertinggi sampai harga terendah. Ke depan, mereka tidak hanya fokus kepada produksi jangkrik, tetapi harus sudah memiliki ketrampilan lain untuk mengolah jangkrik, misalnya membuat kripik jangkrik atau kosmetik dari jangkrik. 
d.    Kekurangan Bibit
Bibit jangkrik ternyata menjadi permasalahan tersendiri. Tidak seluruh telur yang dibeli menetas. Selain itu, induk jangkrik memiliki masa produksi yang terbatas. Oleb sebab itu, telur jangkrik tidak selalu tersedia. Solusi yang dilakukan adalah melakukan giliran beternak di antara para remaja itu. Ada yang berternak pada minggu pertama, ada pula yang beternak pada minggu kedua. Begitu seterusnya sehingga semua remaja mendapat bagian untuk praktik beternak di rumah masing-masing.
5.      Keberlangsungan Program
Program ini dapat dijamin keberlangsungannya karena kebutuhan terhadap jangkrik dapat dipastikan akan terus terjadi. Selain itu, dukungan pendanaan dan pembinaan dari eL-Zawa dan LPM dapat menjadikan program yang sudah dilakukan dapat berlanjut di kemudian hari.
Remaja yang sudah berdaya dapat menularkan pengetahuannya kepada remaja miskin lainnya yang dikordinasi oleh LPM dan pesantren rakyat al-Amin.  Dengan demikian, budidaya jangkrik di Sumberpucung akan terus berkembang hingga suatu saat kelak Sumberpucung akan menjadi sentra budidaya jangkrik di Malangraya.
6. Rekomendasi
Kegiatan ini menghasilkan sejumlah rekomendasi sebagai berikut.
a.       Pembinaan remaja miskin memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, kerjasama yang baik dengan berbagai komponen masyarakat yang mengerti kebutuhan dan situasi kejiwaan remaja perlu untuk selalu dilakukan.
b.       Dalam hal penyediaan dana pendamping untuk wirausaha, kerjasama lebih lanjut dengan lembaga pengelola dana umat yang berbasis bebas bunga perlu untuk diteruskan.
c.       Ketika para remaja sudah berdaya dan mampu menopang hidup mereka, skil mereka perlu untuk terus ditingkatkan agar mereka tetap bisa bertahan hidup dalam situasi dunia yang terus berubah. Oleh sebab itu, bagi pelaksana pengabdian selanjutnya, ketrampilan  lain seperti perbengkelan atau servis handphone bisa menjadi salah satu pilihan.

III. PENUTUP
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang mengambil tema pembinaan keagamaan remaja miskin Sumberpucung dengan fokus pembinaan keagamaan melalui budidaya  jangkrik telah selesai dilakukan. Dukungan semua pihak patut diapresiasi. Remaja miskin yang kini mulai berdaya dengan skil barunya diharapkan mampu meneruskan perjuangan mereka untuk terus mendalami pengetahuan agama sekaligus pengetahuan wirausaha sehingga mereka dapat mandiri dan mampu memberikan manfaat kepada keluarga dan masyarakat sekitarnya.



Introduction