Kamis, 01 November 2012

PERJUANGAN ITU PERLU KETABAHAN, KAWAN!

Pagi ini aku punya pengalaman menarik. Selepas jamaah Subuh, aku sempat berbincang dengan salah satu tokoh masyarakat yang cukup berpengaruh di kampungku. Beliau adalah Haji Muslimin, pendiri mushalla Radhatul Jannah dekat rumahku. Sebenarnya, aku sering punya waktu bercengkerama dengan beliau, tetapi kali ini agak lain. Tadi pagi aku mendengarkan ulasan perjuangan beliau dalam membina keagamaan masyarakat Gasek yang dulunya terkenal sebagai masyarakat abangan.  Mabuk, judi, maling, adu ayam, hingga kumpul kebo dapat ditemukan di daerah ini. Pendeknya, agama adalah kebutuhan nomor buncit. Tradisi Hindu Budha masih sangat kental. Salah satu buktinya adalah berdirinya Candi Badut yang sampai hari ini tetap dilestarikan sebagai tanda peninggalan bersejarah.

Haji Muslimin sudah berusia lanjut. Cucunya sudah banyak dan secara fisik sudah perlu istirahat. Di masa muda, beliau terkenal sebagai orang paling kaya di desanya dengan usaha di bidang konstruksi bangunan (kontraktor). Tidak kurang dari tiga kali beliau berkunjung ke tanah suci. Seluruh anaknya telah dihajikan. Tanahnya tersebar di mana-mana. Tak sedikit dari tanahnya yang diwakafkan, termasuk seribu meter tanah diwakafkan untuk lokasi pondok pesantren Sabilurrasyad yang ada di sebelah barat desa. Meskipun begitu, beliau mengakui bahwa pengetahuan agamanya sangat terbatas. Beliau tidak sempat mendalami agama karena sibuk mengejar dunia. Tapi kini, di saat usianya menjelang senja, ibadahnya begitu intensif. Berbagai kegiatan agama dihadirinya. Perjuangan untuk memberikan nuansa religius di kampungnya dilakukannya dengan serius, sambil menggandeng beberapa tokoh agama yang memiliki kesungguhan berjuang. Kini, tidak kurang dari tiga pondok pesantren yang bermunculan di desa Gasek dan suasana keagamaan terasa begitu kental.

Bagaimana liku-liku perjuangan beliau hingga sukses seperti hari ini? salah satu kuncinya adalah pantang menyerah dan tidak mudah putus asa. Pergesekan antar tokoh masyarakat yang memiliki kepentingan berbeda acap kali terjadi. Kasus yang terakhir adalah saat masjid kampung direnovasi. Masjid yang dimaksud adalah masjid Hidayatul Khair yang berada di tengah-tengah kampung. Perbedaan itu antara lain saat melakukan perombakan atap dan pendirian beberapa bangunan di sekitar masjid yang digunakan untuk kegiatan diniyah. Haji Muslimin yang tergolong sesepuh masyarakat sering tidak diajak diskusi tentang renovasi itu. Begitu pula, dalam beberapa kasus, pendapatnya tidak diindahkan oleh takmir yang dulu diangkatnya. Pendek kata, perjuangan itu butuh kesabaran, termasuk kemampuan menahan diri ketika tidak lagi dianggap lagi sebagai orang penting yang punya otoritas. Kalau beliau mau, tentunya segala bantuan finansial yang selama ini diberikan untuk pembangunan  masjid akan ditariknya atau beliau tidak mau lagi terlibat aktif memikirkan masjid. Namun tidak bagi haji Muslimin. Meskipun orang-orang muda yang kini menguasai kehidupan keagamaan termasuk masjid tidak lagi mengubris ucapannya, ia tetap teguh untuk terus berjuang demi tegakkan ajaran Islam di kampungnya. Luar biasa, bukan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Introduction