Rabu, 06 Februari 2013

WASPADA PEMICU PUTUSNYA PERKAWINAN: EKONOMI DAN PERSELINGKUHAN

Satu bulan sudah saya menjalani profesi mediator. Tugas utama saya adalah menghadapi kasus-kasus yang diajukan ke Pengadilan Agama setelah sidang pertama. Awalnya saya merasa kikuk, galau, dan bingung saat berhadapan langsung dengan para pihak yang tak jarang beruaian air mata atau berwajah garang menahan amarah, tapi makin lama saya pun bisa menyesuaikan diri dan dapat berperilaku lebih santai. Dari sekian banyak kasus yang saya tangani, ada benang merah yang patut dituangkan dalam tulisan ini terkait dengan kasus perceraian. Di antaranya adalah pelaku utama perceraian dan alasan perceraian.
Pada umumnya, kebanyakan orang mengira bahwa kasus perceraian adalah dominasi kaum lelaki. Ternyata tidak! Malang yang dikenal memiliki angka perceraian tertinggi di Indonesia menempatkan perempuan sebagai aktor utama perceraian alias sebagai penggugat. Tidak kurang dari 60 persen perceraian diajukan oleh perempuan. Jadi, lelaki kini harus siap-siap untuk menerima panggilan dari pengadilan karena istrinya melayangkan gugat cerai. Para istri ternyata lebih berani hidup sendiri ketimbang hidup bersama suami yang tidak bisa membuatnya bahagia.
Lalu, apa saja yang menjadikan rumah tangga tidak lagi nyaman? Ada dua motif utama yang sering ditemukan, yakni motif ekonomi dan motif perselingkuhan. Hidup rumah tangga tidak hanya sekedar bermodalkan cinta namun juga harus disertai dengan segala piranti hidup yang layak. Masalah keuangan menempati posisi penting sebagai alasan perceraian. Misalnya, ketika sang suami hanya bekerja sebagai buruh atau sopir yang penghasilannya tidak tetap, apalagi istri tidak bekerja, maka sang istri lebih rela hidup sendiri daripada menahan sedih karena tidak dinafkahi suami. Meskipun suami sudah banting tulang dari pagi hingga malam dan penghasilannya tidak jelas, istri tidak bisa terima karena ia dan anaknya tetap harus makan. Kasus model ini akan semakin parah kalau sang suami tidak bisa menahan emosi akibat rengekan istri untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Ketika suami dengan kekuatan fisiknya sudah melakukan kekerasan, seperti memukul, mengumpat, atau bahkan mengusir istrinya, umumnya istri tidak tahan dan kembali ke rumah orang tuanya. Dari sinilah, muncul keinginan besar untuk berpisah dengan suaminya karena sudah tak tahan hidup menderita.
Motif kedua yang juga sangat populer di ruang mediasi adalah perselingkuhan. Kalau seseorang sudah mapan secara ekonomi, hal yang harus dijaga adalah hawa nafsunya. Baik laki-laki maupun perempuan mempunyai peluang yang sama untuk tergoda mencari kesenangan pribadi dengan orang lain yang bukan pasangannya. Di saat aktif bekerja di kantor atau perusahaan, godaan dari lawan jenis acapkali terjadi. Mulanya hanya sekedar curhat, berbagi cerita suka duka hidup, lalu jalan-jalan bersama, dan akhirnya jatuh cinta. Sikap mendua ini membuat biduk rumah tangga menjadi goyah. Kalau tidak bisa memegang amanah dari sebuah ikatan perkawinan, godaan hawa nafsu ini bisa mengaramkan pondasi rumah tangga yang sudah lama dibangun. Seorang suami bisa nikah sirri dengan rekan kerjanya. Juga, seorang istri dapat menduakan suaminya tatkala mendapat perhatian lebih dari kawan dekatnya.
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa perkawinan dapat saja berakhir ketika suami dan istri kurang memahami esensi ikatan pernikahan. Permasalahan apa saja bisa terjadi sepanjang perjalanan berumahtangga. Oleh sebab itu, persiapan matang sebelum menikah dan kesabaran ekstra selama menikah sangat diperlukan agar tidak terjadi putusnya perkawinan yang sangat sakral itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Introduction